Juni, saat liburan sekolah kelas 5 SD. Aku melihat kita
berlarian di taman bermain. Mengantri di setiap wahana dengan wajah berseri,
tidak peduli panasnya matahari yang menyengat kulit. Hari itu aku mengetahui
kamu menyukai gula-gula. Kita berbagi setangkai gula-gula, dan aku jauh lebih
menikmati wajah berserimu daripada gumpalan kapas itu.
Desember, kelas 2 SMP. Aku melihat teman sekelas kita
menyatakan cinta padamu seusai perayaan natal. Kamu menolaknya, dan entah
kenapa aku merasa lega.
18 Maret. Kita sama-sama memakai seragam putih abu-abu. Aku
melihat punggung kita yang bersisian di loteng sekolah. Kita mengobrol lama,
dan aku menutupnya dengan satu kecupan manis di keningmu.
Pertengahan April, kelas 3 SMA. Aku melihat mukamu yang
masam. Ah, aku ingat. Saat itu kita bertengkar, namun ekspresi marahmu tetap
menarik di mataku.
31 Juli, dua tahun kemudian. Kita duduk berhadapan di sebuah
cafĂ©. Mengejar setiap momen yang terlewat karena jarak yang tercipta. “Tunggu
aku dua tahun lagi,”kataku ketika itu,”Begitu lulus kuliah, aku pasti kembali.”
12 Oktober, pada sebuah makan malam. Aku berlutut
dihadapanmu, memintamu menjadi milikku selamanya. Aku tersenyum, hari itu
merupakan jawaban dari seluruh harapanku. Aku memelukmu, dan berharap waktu
berhenti.
Sekarang, 28 September 2049.
“Dari mana?” tanyamu begitu melihatku. Tangan keriputmu
memegang sebuah mug, aroma kopi menguar mengiringi asap yang mengepul. Senyum
mu masih tetap manis, walau kini kerut-kerut di kulitmu membingkainya dengan
setia.
“Menjelajah waktu,” aku menunjuk mesin waktu di belakangku.
“Mengenang masa-masa yang telah kita lewati. Melihat setiap cerita tentangmu yang
selalu manis”.
Manisss :D
ReplyDeleteAndai aku punya mesin itu.. *ngayal* :p
ReplyDeletetulisanmu so sweet :)
ReplyDelete