Saturday, January 14, 2012

Si Pintu Tengah


Selama berlibur di New Zealand, rombongan tour kami menggunakan dua bus. Satu untuk di wilayah selatan, dan satu lagi di utara. Bus pertama yang kami tumpangi di kendarai oleh Ben, seorang driver asli suku Maori. Seperti orang Maori lainnya, Ben berkulit agak gelap, dengan rambut hitam panjang yang kerap di kuncir kuda. Perjalanan dengan Ben terasa menyenangkan, ia begitu ramah dan murah senyum, membuat seluruh perserta tour merasa akrab dan nyaman. Menjelang keberangkatan dengan pesawat ke pulau selatan, beberapa dari kami menyempatkan diri untuk berfoto dengannya dan mengucapkan salam perpisahan.

Setibanya kami di pulau selatan, bus kami pun berganti, begitu pula dengan supirnya. Driver kami kali ini berkulit putih dengan nama Mike. Kebetulan, bus yang kedua ini lebih besar dan memiliki sebuah pintu tambahan di tengah. Karena keluarga saya duduk di bagian belakang, maka tentu saja akan lebih praktis jika saya naik turun melalui pintu tengah tersebut. Beberapa keluarga lain pun seperti itu. Sampai pada hari ketiga kami menggunakan bus tersebut, saya baru menyadari ada sesuatu yang berbeda. Saya jarang sekali bertatap muka dengan driver bus tersebut, saya bahkan tidak mengingat namanya saat itu. Dan, tentu saja saya tahu apa sebabnya: Si Pintu Tengah.

Tanpa saya sadari, proses naik turun bus melalui pintu depan, membuat saya sering berinteraksi dengan si supir, walau hanya melalui sebuah senyuman atau anggukan kepala yang singkat. Itu yang membuat saya merasa lebih dekat dengan Ben daripada si supir kedua. Ketika momen tersebut tidak tercipta, maka hilang pulalah satu-satunya kesempatan untuk mengenal si driver.

Di tengah perjalanan panjang yang membawa saya dari satu kota ke kota lain, saya berpikir. Seringkali, hidup juga seperti itu.
Kita kadang melewatkan momen kecil yang sebenarnya penting karena hal-hal praktis.
Gadget adalah salah satu contohnya. Segala sesuatu yang instan dalam hidup kita mungkin memudahkan kita dalam beraktivitas, namun tentu saja kita harus bijaksana dalam memakainya. Jangan sampai, segala kepraktisan tersebut justru membuat kita asing dengan orang-orang terdekat kita.

No comments:

Post a Comment