picturetakenfrom:weheartit.com |
Kalau odol jatuh cinta, ia akan menerima
gigi dengan segala kekurangannya.
Kamu
dengan gitar tersandang di punggung, aku dengan kacamata tebal dan setumpuk
buku dari perpustakaan. Tahukah kamu, aku selalu mengagumimu? Memperhatikanmu
kala memetik gitar di sudut kelas, sambil bersenandung dengan teman-temanmu.
Kamu bagai mentari yang indah dilihat namun tak pernah bisa ku sentuh. Sampai
tiba hari itu, hari di mana kamu menyapaku, mengajakku berkenalan. Apa yang
membuatmu tertarik pada kutubuku ini?
Kalau odol jatuh cinta, ia tidak akan
protes, justru mempercantik kekasihnya dengan segala yang dimilikinya.
Memeluknya dengan segala nodanya.
Hari-hariku
terasa indah sejak mengenalmu. Kamu memberiku banyak kenangan berharga; tempat
rahasia di loteng sekolah, studio kecil di rumahmu, sampai taman tak terurus di
belakang kompleks yang menjadi tempat kita menikmati bintang. Kamu dengan
musikmu, aku dengan bukuku. Kita lebih banyak diam, namun aku tak pernah begitu
menikmati sepi seperti saat kita bersama.
“Kenapa
aku?” tanyaku pada suatu malam, aku tahu seisi sekolah memandang kami sebagai
pasangan yang timpang. “Aku tidak cantik. Apalagi dengan behel dan kacamata
tebal seperti ini. Apa kamu nggak malu?”
Kamu
menjitak ku ringan,” Kalau aku malu aku nggak akan pernah mengajakmu kenalan,
nggak akan pernah memintamu jadi pacarku. Harus berapa kali sih aku bilang aku
suka kamu apa adanya?”
Kalau odol jatuh cinta, ia akan selalu menjaga
si gigi dari sakit.
“Pasti
belum makan kan?” suaramu di telepon terdengar khawatir. “Mestinya aku kuliah
di tempat yang sama ya kayak kamu. Kamu kalau udah ngerjain tugas suka lupa
makan sih”.
Aku
tertawa,”Kok panik banget sih? Aku kan bukan anak kecil. Sebentar lagi aku
makan kok”.
“Aku
ke sana ya?”
“Buat
apa?”
“Nemenin
kamu makan.”
Kalau odol jatuh cinta, ia akan mengorbankan
dirinya, melipat tubuhnya hingga kecil, agar muat di hatimu yang sesak.
“Kerjaan
lagi banyak banget ya?” kamu menghampiriku yang tengah sibuk dengan laptop di
ruang keluarga rumah kita. Waktu menunjukan setengah satu pagi. Aku tersenyum
dengan wajah kuyu.
“Nih,
diminum dulu,” kamu menyerahkan segelas coklat panas yang masih mengepul.
“Sibuk
banget belakangan ini,” kamu duduk di sebelahku, memperhatikan deret tulisan
yang menjadi deadline-ku. “Liburan
nanti kita ke Bangka ya?”
“Bangka?”
aku menoleh.
“Kamu
selalu pengen ke Pantai Parai kan? Sekali-kali refreshing dong, kamu udah kusut banget,” ia mencuil hidungku
gemas.
Aku
tersenyum. Bersyukur karena di tengah sesaknya pekerjaan, aku masih memilikmu
di penghujung hari untuk mengisi hatiku.
*
Aku
tertawa kecil saat membuka album kita. Masa-masa yang pernah kita lewati
bersama. Kebodohan dan hal konyol yang tak akan pernah ku lupakan. Aku melihat
foto pertama kita.
“Kamu
itu bodoh. Kenapa memilihku di saat banyak gadis yang lebih cantik?” aku menatap
foto itu.
“Jatuh
cinta membuat orang jadi bodoh,” jawabmu asal.
“Ganteng
tapi dodol,” aku tertawa.
“Tapi
aku nggak salah pilih.”
Aku
tersenyum menatapmu.
“Odol,”
gumam mu.
“Hah?”
“Odol.
Orang dodol. Semua orang yang jatuh cinta itu odol,” kamu menjelaskan, lalu
beranjak dari sisiku dengan senyum jenaka.
“Kita
ini odol ya?” aku ikut bergumam.
Kamu
kembali dengan bayi mungil dalam gendongan. “Iya, kita ini odol. Yang berusaha
melekat erat pada apa yang kita cintai”.
Sweet
ReplyDelete*berarti gue termasuk odol dong?*
romantis :)
ReplyDeletehampir nangis karena terharu bacanya :p