Aku memandang pahit keduanya dari jauh. Sahabatku memberinya
sepucuk surat. Surat yang sepuluh menit lalu kutulis sendiri, sebagai
permintaannya padaku.
Kepada Carina, yang
menjadi tempat berlabuh abadi bagi Canopus. Hadirmu di langit malam selalu ku
nantikan.
Aku melihat gadis itu menyusuri setiap baris dalam surat.
Berharap akulah yang berdiri di hadapannya.
Masih ingatkah kamu
akan pertemuan kita? Di antara seribu perkenalan awal SMA, kamu adalah satu
yang selalu kuingat. Aku masih mengenang senyum mu kala itu, hangat tanganmu,
dan riang suaramu.
Duniaku bukan lagi
guratan monokromatik dengan hadirmu. Aku selalu merindukan tawamu, berharap
bisa selalu disampingmu, mendengarkan celotehmu, menghirup aromamu, dan tentu saja... menghapus setiap air matamu.
Darimu aku belajar.
Menemukan sebuah rasa yang tak pernah ku kenal. Setiap detik bersamamu adalah
anugerah, dan setiap hembusan napas kita yang berpadu membuatku darahku berdesir.
Jatuh cinta itu lucu. Menarik.
Menarik bagaimana aku selalu mengetahui keberadaanmu di antara mereka.
Bagaimana aku bercanda, namun ekor mataku mengamatimu dari jauh. Bagaimana
indraku tanpa sadar selalu mencarimu. Bagaimana aku selalu menerka pikiranmu. Apa kamu juga melakukan hal yang sama?
Aku ingin melihatmu
bahagia. Aku ingin menciptakan ruang dan waktu bagi mu. Bagi kita. Aku ingin
melindungimu, menjagamu dalam setiap mimpi dan harapanmu.
Kepada Carina, yang
menjadi tempat berlabuh abadi bagi Canopus. Aku mencintaimu.
Ia melipat suratnya. Wajahnya merona. Ia tersenyum malu-malu, kemudian mengangguk. Sahabatku memeluknya.
Orang akan memanggilku bodoh, namun aku tak peduli. Aku
berpaling, meninggalkan selembar pengakuanku yang tak akan lekang oleh waktu di
tangannya, gadis yang selalu menjadi bintang di langitku. Gadis yang akan selalu ku jaga dari jauh.
Dari: Orang yang mencintaimu diam-diam |
No comments:
Post a Comment