“Aku berangkat dulu ya,” Keila menaruh tangannya di
kenop pintu mobil. Di belakangnya terlihat pemandangan bandara Soekarno-Hatta
yang sibuk pagi itu.
“Be Safe,” Arya
menggenggam tangan gadis itu.
Keila membalasnya,”I’ll
miss you”.
“I am missing you
right now,” Arya menekankan, lalu mengecup bibir Keila dalam, lama. Seolah
dengan begitu waktu dapat berhenti untuk mereka.
“Aku harus kerja,” Keila mendorong tubuh Arya halus,”See you next week. Bye”.
*
Arya terbangun oleh suara dering ponselnya yang terletak di
samping tempat tidur. Ia melirik siapa penelepon yang mengganggu tidur sorenya.
Kania.
“Kamu nggak lupa janji kita kan?” suara wanita di seberang
memenuhi rongga telinganya.
Arya beranjak dari tempat tidur, dan membuka lemari pakaian.
“Tentu nggak dong, Sayang. Aku jemput kamu satu jam lagi ya. Bye”.
Kania memeluk lengan Arya mesra tatkala mereka tiba di
sebuah club. Gadis itu mengenakan
terusan pendek biru dongker, dengan belahan dada rendah.
“Ah, itu mereka!” Kania melambaikan tangan dengan gaya
kenesnya ke sudut ruangan.
“Arya,” salah satu laki-laki yang duduk di sofa
menyambutnya. Dua wanita yang tidak kalah seksi dengan Kania mengapitnya.
“Vitho,” balas Arya. “Udah lama? Sori telat.”
“Santai aja, Danu juga belum nyampe”. Vitho memberikan
segelas liquor pada Arya, sementara
Kania sudah bersandar manja di dadanya.
Tidak sampai lima menit, Arya sudah larut dalam suasana. Ia
menikmati malam itu, menikmati minumannya, menikmati musik yang mengentak, dan
tentu saja menikmati sentuhan-sentuhan yang Kania berikan padanya.
Ia tenggelam, dan tidak ingin cepat-cepat muncul ke
permukaan.
Namun getaran ponselnya mengganggu kenikmatannya. Keila.
“Hai, Kei,” Arya menjawab, berusaha menjaga intonasinya
senormal mungkin.
“Hei, Arya. Kamu lagi di mana? Kok berisik banget?”
“Ultah temen,” Arya menjawab seadanya, perlahan didorongnya
tubuh Kania agar menjauh dan ia bisa keluar dari ruangan itu.
“Ultah?” suara Keila menyiratkan keraguan,”You’re not twenty one any more, Ry. Masih
ada temen kamu yang party gegilaan
kayak gitu buat ngerayain ulang tahunnya?”
“Yah… Begitulah…” Arya tertawa parau, berusaha menghilangkan
kecurigaan kekasihnya,”Ngomong-ngomong, kamu telepon bukan cuma buat nanya aku
di mana kan?”
“Aku kangen,” Keila menjawab,”Nggak sabar nunggu dua hari
lagi untuk pulang”.
“Aku juga,” Arya memberi jeda sedikit,”Kangen. Banget”.
Terdengar derai tawa Keila dari seberang. Arya menutup
matanya, berusaha menikmati setiap detiknya mendengar desahan napas gadis itu.
“Ya udah. Kamu istirahat ya. Night,” Keila menutup pembicaraan mereka.
“Night.” Arya
menatap ponselnya. Sekelumit rasa bersalah muncul dalam hatinya. Ia ingat Kania
yang masih berada di dalam, ia ingat Mila, Raras, Vira, dan masih banyak gadis
lain yang menjadi pelampiasan kerinduannya pada Keila. Satu-satunya tempat
untuknya pulang.
Maafkan aku Kei. Aku
merindukanmu. Aku terlalu merindukanmu, hingga membutuhkan pelarian. Tapi, siapa
sangka? Ternyata merindukanmu itu seru!
hmm, bukan pria setia ternyata. :(
ReplyDelete