Wednesday, January 25, 2012

Ini Bukan Judul Terakhir


picturetakenfrom:weheartit.com



Aku melangkah keluar dari gedung fakultas teknik. Seharian berkutat dengan angka dan rumus membuat kepalaku berdenyut. Sore yang indah di musim gugur, aku menatap langit. Daun-daun maple berwarna oranye bertaburan di sekelilingku. Aku berjalan pelan, menikmati suasana sejuk yang menggelitik dengan kedua tangan di saku mantel.

Tanpa sadar kakiku melangkah ke gedung fakultas musik. Entah kenapa, menginjakkan kaki di sini selalu terasa damai. Mungkin karena sayup-sayup terdengar suara musik yang sedang dimainkan.

Aku memejamkan mata, membiarkan angin sore mempermainkan rambut panjangku yang tergerai, membiarkan alunan musik klasik memenuhi rongga telingaku.

“Hei, datang lagi?” sebuah suara mengagetkanku. Begitu membuka mata, yang kulihat adalah sesosok laki-laki yang sedang menenteng biola. Aku berkenalan dengannya di tempat ini seminggu lalu, saat pertama kali aku datang ke sini.

“Hari ini laguku sudah jadi,” ia berkata dengan senyum menawan, membuatku yakin bahwa alasanku setiap hari datang ke sini adalah untuk melihatnya. Kelasnya selalu usai pada senja seperti ini, dan ia akan selalu menyapaku seperti hari ini. Kami kemudian akan berbincang mengenai apa saja, kadang ia akan memainkan sebuah lagu untukku.

“Oh ya?” aku balas tersenyum,”Boleh aku dengar?”

Ia mengangguk, lalu mengajakku ke taman belakang yang sepi saat sore seperti ini. Dalam hitungan detik ia sudah larut dalam permainannya. Aku menatap kagum sosoknya yang sedang menggesek biola dengan latar taman musim gugur. Semilir angin membuat rambut halusnya bergoyang, matanya terpejam, larut dalam untaian melodi yang menggetarkan hati.

Aku pun tenggelam dalam musiknya, pesonanya, dan segalanya tentang dia.

“Bagaimana?” tanyanya saat lagu itu selesai.

Aku bertepuk tangan,”Bagus sekali”.

“Lagu ini untuk kamu,” ia berkata sambil menatapku dalam.

“Aku?”

“Iya, kamu. Lagu ini terinspirasi saat melihat sosokmu yang berdiri diam menikmati sore”.

Aku merasakan wajahku memanas,”Terima kasih”. Ah, aku tidak ingin momen ini berakhir. Bisakah kami selalu menghabiskan sore seperti ini?

“Hm… Boleh aku memintamu memberikan judul untuk lagu ini?” ia bertanya.

“Judul?” Aku berpikir sejenak. Aku sama sekali tidak paham soal musik.

“Tapi mungkin ini bukan yang terakhir,” ia berkata lagi,”Bolehkan kalau aku terus membuatkanmu lagu?”

2 comments: