Monday, January 21, 2013

Sel 203


Hari ini genap 23 tahun aku menghirup udara di bumi.

Mereka bilang hidup adalah perayaan. Maka untuk setiap tahun yang berhasil kamu lewati, kamu harus merayakannya.

Tapi selebrasi hanyalah sementara. Begitu juga dengan kado. Aku tidak ingin mobil seperti yang teman-teman sebayaku mimpikan, tidak ingin perhiasan yang selangit harganya, maupun gaun desainer kelas dunia. Aku tidak ingin itu semua, karena hal-hal paling berharga di dunia ini bukanlah barang.

Tentu saja ada hal yang aku inginkan. Kalau ini adalah hari lahirmu, kamu pasti memiliki harapan, bukan?

Aku menatap dinding kosong di hadapanku. Membayangkan sebentuk wajah yang begitu akrab.

Aku merindukan Ibu. Ibu dengan kerut-kerut samar di sudut matanya. Ibu yang selalu melihatku dengan sorot teduh, namun berganti luka terakhir kali aku melihatnya.

Ibu ingat hari ini?

Pintu jeruji di depanku terbuka. Seorang petugas berseragam masuk.

“Kamu kedatangan tamu”.

Kami berjalan melalui keremangan koridor, lalu berbelok di ujung.

Di hadapanku tersusun beberapa meja. Sinar matahari menembus masuk, menyinari debu-debu yang berterbangan.

Namun semua detil itu tidaklah penting. Mataku tertuju pada sebuah kue dengan lilin kecil yang menyala. Di belakangnya aku mendapati harapan terbesarku. Ia terlihat jauh lebih tua, dengan keriput dan uban yang semakin nyata.

Aku tergugu menatapnya. “Ibu memaafkanmu, Sayang”.

No comments:

Post a Comment