Nggak terasa banget ya udah satu bulan berlalu di tahun 2012
ini. Gimana dengan resolusi tahun baru? Bagaimana kabarnya? Saya memang nggak
punya resolusi sih, tapi seperti yang pernah saya tulis di blog, saya pengen
rajin doa pagi di tahun 2012 ini, dan baca karya-karya sastra dunia.
Well, I’ve been reading Tolstoy’s Anna Karenina, and still
at page 91 of 1423. Ha-ha, masih butuh banyak perjuangan buat baca buku ini
disela-sela jadwal kuliah dan belajar.
Beralih ke niat saya untuk rajin doa pagi. Tekad saya ini
bisa dibilang gagal. Dari 31 hari di bulan Januari, rasanya hanya
sekitar 5-6 hari saya doa pagi, sisanya doa pagi saya digabung dengan doa
sarapan. Melihat progress saya yang
memprihatinkan ini saya jadi bertanya-tanya. Kenapa sesusah itu ya? Saya
bukannya malas untuk berdoa, tapi saya selalu lupa berdoa, dan baru ingat
begitu saya tiba di meja makan. Itu pun karena doa makan sudah menjadi
rutinitas.
Rutinitas. Saya sudah terjebak di dalamnya.
Banyak teman saya yang mengeluh selalu sulit untuk renungan,
tapi bagi saya tidak. Saya bisa tidak bolong renungan selama sebulan penuh. Jawabannya sederhana, karena saya terbiasa saat teduh
sejak kecil. Saya terbiasa membaca Alkitab sebelum tidur sejak masih sekolah
minggu. Hasilnya, tidak sulit bagi saya untuk saat teduh setiap malam sampai
sekarang. Banggakah saya akan itu? Tidak.
Saya justru takut. Takut jika renungan jadi sama biasanya
dengan doa makan, doa sebelum tidur, pergi ke gereja setiap
Minggu—kegiatan-kegiatan yang seharusnya tidak boleh menjadi sekadar rutinitas.
Tumbuh dalam keluarga Kristen membuat saya terbiasa
melakukan kegiatan-kegiatan tersebut. Saya bersyukur, tapi juga khawatir.
Khawatir saat saya tidak lagi berdoa karena merasa butuh, tapi hanya karena
kebiasaan. Saya takut kehilangan esensi dari saat teduh, berdoa, dan pergi ke
gereja, hingga akhirnya semua itu jadi terasa hambar—hanya rutinitas.
Jadi, harapan saya untuk Februari ini adalah untuk memaknai
setiap doa, renungan, dan kebaktian yang saya jalani.
No comments:
Post a Comment