“Aku maunya sama Kak Jon. Kak Jon sama aku aja ya? Soalnya Kak Jon mirip kakakku.”
Saya sontak terenyuh mendengar penuturan bocah tersebut.
Anak ini pasti kangen sekali dengan kakaknya. Dimanapun dia, Sang Kakak
benar-benar beruntung memiliki adik seperti ini. Mendengar kata-kata anak itu
juga membuat saya sadar, bahwa saya benar-benar jauh lebih beruntung dari
mereka. Saya memiliki keluarga yang utuh. Lebih dari itu, saya juga dikelilingi
oleh teman-teman yang sudah seperti keluarga.
Saya bersyukur masih memiliki orang-orang untuk dikasihi dan mengasihi.
Berinteraksi langsung dengan anak-anak mungkin sudah menjadi
kebiasaan saya dan teman-teman di kampus. Tapi kemarin saya mendapat lebih.
Kalau biasanya kami pergi ke sekolah-sekolah, kali ini kami mengunjungi panti
asuhan. Tentu saja berbeda, anak-anak yang kami datangi adalah anak-anak yang
tidak tumbuh dengan orang tua mereka. Saya tidak bisa membayangkan seperti apa
rasanya menjadi dewasa tanpa orang tua, tapi saya senang diberi kesempatan
untuk bisa berbagi dengan mereka.
Diakhir acara kami kemarin, kami mengajak anak-anak
menuliskan cita-cita mereka di selembar kertas, dan menempelkannya pada layang-layang.
Kemudian layangan tersebut di lepaskan, sebagai simbol bahwa setinggi apa pun
cita-cita yang mereka miliki, mereka masih dapat mencapainya. Kedengarannya
keren ya? Tapi sayang, saat dilepaskan, layangan tersebut menyangkut di tiang
listrik, menyisakan beberapa kertas cita-cita teronggok begitu saja di puncak tiang
tersebut. Benar-benar sebuah
anti klimaks.
Haha, tapi tidak apa-apa. Itu kan hanya sekadar simbol. Dan
saya jadi berpikir, mungkin hidup juga seperti itu. Nggak semua yang kita
cita-citakan bisa terwujud. Sebagian orang berubah cita-cita ketika dewasa, dan
sebagian lagi bahkan tidak bisa mengejar cita-citanya karena keadaan. Tapi apa
pun itu, kita tidak boleh berhenti berjuang. Sama seperti tali layangan yang
tersangkut tadi, suatu hari, suatu saat, saya yakin angin akan datang untuk
melepasnya.
No comments:
Post a Comment