Thursday, December 27, 2012

Writing For Me...


Beberapa teman sering melontarkan pertanyaan seperti ini kepada saya, ‘Sejak kapan mulai suka nulis?’, ‘Gimana ceritanya bisa suka menulis?’

Saya nggak tahu kapan tepatnya saya mulai suka menulis. Tapi yang pasti, kecintaan saya menulis berangkat dari kecintaan saya membaca. I’ve been in love with story since I can remember things. Dan hal yang paling membuat saya bersyukur adalah, orang tua saya selalu melimpahkan saya dengan segudang buku sekali pun kondisi ekonomi kami dulu sangat pas-pasan. Kalau dipikir-pikir, saya beruntung sekali memiliki orang tua seperti mereka, yang nggak pernah pelit membelikan saya buku, walau saya yakin masih banyak kebutuhan lain yang harus dipenuhi. Walau membelikan buku untuk saya berarti harus memotong anggaran pengeluaran lainnya.

Saya ingat, buku-buku pertama saya adalah seri TIME LIFE for Children, beberapa judul yang masih membekas adalah ‘Pak Badru Kebingungan’, ‘Tania Peranti dan Geng Lacak’, ‘Tiga Pendongeng Atau-Atau,’ dan masih banyak lagi. Lalu ada juga seri Alice di Negeri Alkitab, dongeng-dongeng Hans Christian Andersen, cerita-cerita klasik Disney, cerita-cerita rakyat Indonesia, sampai ensiklopedi-ensiklopedi anak. I also remember my Mom used to tell me Bible stories in bed, or my father made up his version of story (it’s kinda amusing since he thought hard about what would happened next while he told the story).

Mengingat kedua orang tua saya sama sekali tidak suka membaca, saya merasa dapat tumbuh bersama buku adalah sebuah berkat tersendiri. Dan saya bersyukur, orang tua saya tidak pernah melarang saya membeli banyak buku. Saat masuk usia sekolah, saya mulai suka membaca komik—mulai dari Doraemon, Conan, dan tentu saja komik-komik cewek. Sampai suatu saat, saya ingat guru bahasa saya di SMP pernah berkata, komik tidak dapat dikategorikan ke dalam bacaan mengingat ada lebih banyak gambar daripada tulisan di dalamnya. But I still love comics 'til today, hehe…

I read a little about Lima Sekawan; cerita-cerita detektif yang sering saya pinjam di perpustakaan SD. Beranjak SMP, barulah saya mulai suka membaca novel. Kesukaan menulis sendiri, mungkin baru saya sadari sejak akhir SMP atau awal SMA. Saya nggak ingat jelas bagaimana tepatnya. Di SMA saya kadang iseng membuat cerpen di laptop. Lalu saya kadang diminta membuat cerpen untuk mading gereja atau buletin gereja (sampai hari ini kalau saya baca lagi cerita-cerita saya dulu rasanya aneh banget). Dari situ saya mulai ketagihan menulis. Masuk kuliah, rasanya saya makin rajin menulis. Mungkin karena pressure dunia kuliah lebih tinggi, hingga saya menjadikan menulis sebagai terapi. And it works.

Mengutip pertanyaan Ryan Adriandhy tentang passion:

“What is the activity that will make you feel like dying if you are forbidden to do it for the rest of your life?”

Buat saya hal itu adalah membaca dan menulis. Pada dasarnya, saya menulis murni untuk diri saya sendiri. Sebagai pelepas stres, sebagai terapi, sebagai media saya untuk mengekspresikan diri, dan melepas uneg-uneg. Jadi kalau tulisan saya bisa dinikmati banyak orang dan memberi mereka insight atau membuat mereka merasa terberkati, well, I consider it as a bonus.

No comments:

Post a Comment