This is the first short story I remember enjoyed writing it. Saya yakin ini bukan file originalnya, karena cerita ini saya potong
untuk tugas sekolah, tapi saya nggak bisa menemukan aslinya. Kalau nggak salah
cerita ini saya buat waktu kelas 3 SMP, dan karena temanya tentang Natal, saya
jadi tertarik untuk menaruhnya di blog ini, hehe... So, here it goes, cerita
ini murni saya copy-paste dari file tugas sekolah saya tanpa
perubahan apa pun kecuali spasi.
“Natal?” tanya seorang anak laki-laki berusia enam tahun sambil
menatap lekat lawan bicaranya.
“Iya, natal,” jawab seorang gadis cilik dihadapannya.
“Natal itu apa?” tanya anak laki-laki itu lagi.
“Kamu tidak tahu?” tanya anak perempuan itu, anak laki-laki itu
menggeleng.
“Kamu tidak pernah merayakannya?” tanyanya lagi, anak laki-laki
tersebut menggeleng untuk yang kedua kalinya, dibawah sinar matahari sore yang
menyinari taman bermain tempat mereka berada.
“Hmmm, aku juga ga begitu tahu arti natal,” jawab anak perempuan itu
dengan lugu, ia menuju ayunan dan duduk diatasnya,”tapi kalau natal pasti
sangat menyenangkan”.
“Menyenangkan?” tanya anak itu dengan wajah bingung.
“Iya! ada kado, pohon natal, baju baru, dan banyak makanan enak!”
tuturnya penuh semangat, ayunan yang didudukinya kini berayun kencang. “Aku
merayakannya setiap tahun dengan Papa dan Mamaku”.
Anak laki-laki itu terdiam, kemudian bertanya “Aku boleh ikut denganmu
merayakan natal?”
“Tentu saja boleh, Mama dan Papaku pasti senang,” jawabnya dengan
senyum termanis yang pernah dilihat anak laki-laki itu.
Sembilan tahun berlalu sejak sore itu, kini anak perempuan itu duduk
dipinggir lapangan, pandangannya tertuju pada bola basket yang melambung tinggi
menuju ring.
“Noel,” panggilnya, tatapan matanya beralih ke seseorang yang tengah
mendribel bola basket, satu-satunya orang yang berada dilapangan tengah hari
itu. Noel menoleh sebentar, lalu melanjutkan kegiatannya lagi. “Sebentar lagi
natal, mau kado apa?” tanya anak perempuan itu. Noel menghentikan permainannya
dan bergegas menuju sisi lapangan.
“Ai, udah berapa tahun?” tanya Noel yang kini duduk disamping
perempuan berambut panjang itu,”udah berapa tahun sejak gue ngerayain natal
dirumah lo?”
“Hmmm,” Aira berpikir sejenak,”sembilan tahun”.
“Sembilan tahun buat ngerayain natal bareng, tukar kado, hias pohon
natal, sembilan tahun elo gantiin orang tua gue buat bilang selamat natal ke
gue,” tutur Noel sambil menerawang jauh kedepan,”itu udah jadi kado paling
bagus buat gue”.
“Noel?” tanya Aira sambil mengangkat sebelah alisnya.
“Ai, lahir dikeluarga kaya dengan orang tua yang lebih sayang uang
daripada anaknya sendiri, ga membuat gue bisa ngerayain natal,” kata Noel
tersenyum pahit,”mungkin gue bisa bikin pesta natal paling mewah, tapi natal ga
sebatas baju baru, kado, makanan enak, seperti yang lo bilang dulu. Natal lebih
dari itu.”
Aira tersenyum simpul, lalu berkata, ”oke, tahun ini ga ada acara
tukar kado, tapi sebagai gantinya kita rayain natal kita ditaman tempat pertama
kali kamu tahu natal”. Noel mengangguk setuju.
Pukul tujuh malam, Noel membonceng Aira dengan motornya. Aira sangat
menikmati pemandangan malam kota Jakarta yang sibuk, namun tiba-tiba matanya
disilaukan oleh cahaya dari samping. Samar-samar Aira melihat siluet mobil
menuju ke arah mereka dengan kecepatan tinggi, saat menyadari apa yang terjadi
ia berteriak,”NOEL!”
Satu tahun sejak peristiwa naas itu, kini Aira berada ditempat yang
mereka janjikan, tempat yang tidak pernah ia kunjungi lagi sejak sepuluh tahun
lalu. Ia menepati janjinya, namun tidak begitu halnya dengan Noel yang tewas
ditempat.
“Noel, orang tua kamu udah berubah, sejak
kamu ga ada, dan sejak kamu pergi, aku jadi tahu kalau natal itu ga selalu
menyenangkan. Aku bersyukur bisa memberikan kebahagiaan disaat kamu hidup. Aku
berharap bisa kasih hal yang sama ke anak-anak yang bernasib sama dengan kamu.”
No comments:
Post a Comment