Monday, December 17, 2012

The Last Noel


This is the first short story I remember enjoyed writing it. Saya yakin ini bukan file originalnya, karena cerita ini saya potong untuk tugas sekolah, tapi saya nggak bisa menemukan aslinya. Kalau nggak salah cerita ini saya buat waktu kelas 3 SMP, dan karena temanya tentang Natal, saya jadi tertarik untuk menaruhnya di blog ini, hehe... So, here it goes, cerita ini murni saya copy-paste dari file tugas sekolah saya tanpa perubahan apa pun kecuali spasi.


“Natal?” tanya seorang anak laki-laki berusia enam tahun sambil menatap lekat lawan bicaranya.

“Iya, natal,” jawab seorang gadis cilik dihadapannya.
“Natal itu apa?” tanya anak laki-laki itu lagi.
“Kamu tidak tahu?” tanya anak perempuan itu, anak laki-laki itu menggeleng.

“Kamu tidak pernah merayakannya?” tanyanya lagi, anak laki-laki tersebut menggeleng untuk yang kedua kalinya, dibawah sinar matahari sore yang menyinari taman bermain tempat mereka berada.

“Hmmm, aku juga ga begitu tahu arti natal,” jawab anak perempuan itu dengan lugu, ia menuju ayunan dan duduk diatasnya,”tapi kalau natal pasti sangat menyenangkan”.

“Menyenangkan?” tanya anak itu dengan wajah bingung.

“Iya! ada kado, pohon natal, baju baru, dan banyak makanan enak!” tuturnya penuh semangat, ayunan yang didudukinya kini berayun kencang. “Aku merayakannya setiap tahun dengan Papa dan Mamaku”.

Anak laki-laki itu terdiam, kemudian bertanya “Aku boleh ikut denganmu merayakan natal?”

“Tentu saja boleh, Mama dan Papaku pasti senang,” jawabnya dengan senyum termanis yang pernah dilihat anak laki-laki itu.


Sembilan tahun berlalu sejak sore itu, kini anak perempuan itu duduk dipinggir lapangan, pandangannya tertuju pada bola basket yang melambung tinggi menuju ring.

“Noel,” panggilnya, tatapan matanya beralih ke seseorang yang tengah mendribel bola basket, satu-satunya orang yang berada dilapangan tengah hari itu. Noel menoleh sebentar, lalu melanjutkan kegiatannya lagi. “Sebentar lagi natal, mau kado apa?” tanya anak perempuan itu. Noel menghentikan permainannya dan bergegas menuju sisi lapangan.

“Ai,  udah berapa tahun?” tanya Noel yang kini duduk disamping perempuan berambut panjang itu,”udah berapa tahun sejak gue ngerayain natal dirumah lo?”

“Hmmm,” Aira berpikir sejenak,”sembilan tahun”.

“Sembilan tahun buat ngerayain natal bareng, tukar kado, hias pohon natal, sembilan tahun elo gantiin orang tua gue buat bilang selamat natal ke gue,” tutur Noel sambil menerawang jauh kedepan,”itu udah jadi kado paling bagus buat gue”.

“Noel?” tanya Aira sambil mengangkat sebelah alisnya.

“Ai, lahir dikeluarga kaya dengan orang tua yang lebih sayang uang daripada anaknya sendiri, ga membuat gue bisa ngerayain natal,” kata Noel tersenyum pahit,”mungkin gue bisa bikin pesta natal paling mewah, tapi natal ga sebatas baju baru, kado, makanan enak, seperti yang lo bilang dulu. Natal lebih dari itu.”

Aira tersenyum simpul, lalu berkata, ”oke, tahun ini ga ada acara tukar kado, tapi sebagai gantinya kita rayain natal kita ditaman tempat pertama kali kamu tahu natal”. Noel mengangguk setuju.

Pukul tujuh malam, Noel membonceng Aira dengan motornya. Aira sangat menikmati pemandangan malam kota Jakarta yang sibuk, namun tiba-tiba matanya disilaukan oleh cahaya dari samping. Samar-samar Aira melihat siluet mobil menuju ke arah mereka dengan kecepatan tinggi, saat menyadari apa yang terjadi ia berteriak,”NOEL!”

Satu tahun sejak peristiwa naas itu, kini Aira berada ditempat yang mereka janjikan, tempat yang tidak pernah ia kunjungi lagi sejak sepuluh tahun lalu. Ia menepati janjinya, namun tidak begitu halnya dengan Noel yang tewas ditempat.

“Noel, orang tua kamu udah berubah, sejak kamu ga ada, dan sejak kamu pergi, aku jadi tahu kalau natal itu ga selalu menyenangkan. Aku bersyukur bisa memberikan kebahagiaan disaat kamu hidup. Aku berharap bisa kasih hal yang sama ke anak-anak yang bernasib sama dengan kamu.”

No comments:

Post a Comment