Sunday, December 16, 2012

Maturitas De Facto


picturetakenfrom:weheartit.com
Kemarin saya diminta untuk membantu dokumentasi Natal komisi anak di gereja. Nggak berapa lama setelah mulai foto-foto, saya mulai menyadari satu hal: anak-anak itu nggak bisa diamnya luar biasa!

Sepanjang acara selalu ribut, asik sendiri. Beberapa anak balita bahkan maju-maju ke dekat panggung, nari-nari, ada juga yang berisik mainin bangku. Sampai waktunya khotbah, kebanyakan anak bahkan nggak mendengarkan cerita dari pendetanya. Well, jadi pembicara anak-anak memang nggak mudah ya. Kalau saya yang berbicara di depan saya pasti sudah kesal setengah mati. Saya jadi bertanya-tanya apa dulu waktu kecil saya juga kayak gitu. Susah diatur, maunya asik sendiri. Untungnya sekarang udah nggak ya.

Tapi apa emang iya begitu? Pertanyaan ini mendadak muncul di kepala saya. Apa saya yang sekarang juga nggak seperti mereka? Mungkin nggak se-ekstrim anak-anak itu yang maju-maju ke depan atau ngobrol keras-keras. Tapi, pada kenyataannya, saya memang masih sering seperti anak-anak sekolah minggu itu. ‘Asik sendiri’ dan nggak mau mendengarkan saat Tuhan berbicara. Terlalu fokus pada urusan saya sampai-sampai suara Tuhan yang keras dan jelas saja nggak terdengar.

Kalau saya melihat anak-anak itu saja sudah kesal. Mungkin Tuhan lebih kesal lagi sama saya. Udah terlalu sering saya mengabaikan Dia dengan alasan sibuk dengan urusan saya sendiri. Udah terlalu sering Tuhan berbicara pada saya dan saya nggak berusaha untuk mendengarkan. Dan saya jadi sadar, ternyata berhenti menjadi anak kecil secara fisik nggak berarti berhenti menjadi anak kecil dalam hal rohani. Yang kelihatan—dan memang pada praktiknya kita menjadi dewasa, duduk tenang di gereja, mendengarkan khotbah, saat teduh setiap hari, tapi, apa iya? 

No comments:

Post a Comment