Demo. Nggak ada yang salah kok dengan aksi satu ini, sebagai
negara demokrasi kita berhak menunjukkan aspirasi kita. Entah itu melalui media
cetak, elektronik, atau seperti yang dilakukan teman-teman mahasiswa
kemarin—turun ke jalan. Kegiatan demonstrasi bahkan diatur dalam undang-undang.
Yang salah, tentu saja kalau sudah mengganggu ketertiban, merusak fasilitas,
atau dengan kata lain melakukan vandalisme.
Saat para demonstran kemarin ini memulai kericuhan,
diantaranya dengan membakar kendaraan polisi dan merusak pagar gedung DPR/MPR,
saya mencoba memposisikan diri sebagai mereka. Dan rasanya saya bisa mengerti.
Bukannya saya mendukung loh ya, perbuatan mereka sih tetap salah, salah banget…
Seingat saya, belum pernah ada dalam sejarah Indonesia, sebuah aksi
demonstrasi—sebesar apa pun itu, yang dapat membatalkan kenaikan harga BBM (correct me if I’m wrong). Dari sini saya
berpikir, kalau demo yang dulu-dulu aja nggak bisa mempengaruhi pemerintah,
apakah kalau demo kali ini dijalankan dengan tertib bisa membatalkan kenaikan
harga BBM? Saya rasa mustahil. Andai nggak ada ribuan mahasiswa yang turun ke
jalan, membuat keributan, dan menunggu keputusan rapat sampai pagi, saya rasa
harga BBM akan tetap naik per 1 April. (Sebenarnya harga BBM memang akan tetap
naik sih kayaknya. Cuma ditunda aja…) Tapi ya
intinya itu, pemerintah yang nggak peka dengan keadaan rakyat sekarang, nggak
akan mau mendengar opini masyarakat kalau nggak dipaksa untuk mendengar. Dan
unjuk rasa yang adem ayem nggak akan membawa efek apa pun. Again, I understand, but don't agree. Apalagi banyak juga diantara para demonstran yang bukan benar-benar mahasiswa, dan yang mahasiswa pun pasti banyak yang nggak ngerti. Selain itu, banyak juga aksi mereka yang justru merugikan rakyat kecil seperti pedagang atau satpam yang notabene mereka bela haknya.
Beralih ke pihak mahasiswa lain, yang marah-marah dan
mengkritik habis-habisan kelakuan para demonstran. Saya juga bisa paham, karena
saya adalah salah satunya. Kesal rasanya melihat aksi anarki lewat televisi,
belum lagi aktivitas jadi terganggu karena beberapa jalan ditutup. Apalagi
mengingat harga minyak dulu memang pernah mencapai Rp 6.000,00 tanpa harus
pakai ribut. Memang mudah bagi kita untuk mengkritik, karena kita mungkin nggak
secara langsung merasakan dampak kenaikan harga BBM. Atau naiknya harga minyak
hanya sedikit mempengaruhi kehidupan kita. Tapi, perlu diingat, dengan begitu
heterogennya kondisi perekonomian di Indonesia, pasti banyak juga pihak-pihak
yang kehidupannya jadi ‘jungkir-balik’ kalau harga BBM sampai naik. Dan tentu
saja mereka butuh didengarkan aspirasinya.
Tentang pemerintah kita, para anggota dewan yang semalam
rapat sampai pagi. Haaaah… what can I
say? They definitely spoke for
themselves, baik yang menolak maupun yang menyetujui, mereka sama-sama
punya kepentingan politik. Walau saya percaya sih, pasti masih ada beberapa
diantara mereka yang idealis, yang berusaha menyampaikan suara rakyat.
Dan… diantara begitu banyak hal yang nggak beres di
Indonesia, pemerintah yang korup, negara yang masih perlu belajar menjadi
dewasa dalam berdemokrasi. Saya masih tetap optimis kok dengan negara ini. Kita
punya banyak generasi muda yang lebih peduli dan melek politik, yang jauh lebih
cerdas dan nggak gampang dibodohi, yang mau belajar dan berdemokrasi dengan
elegan. I just hope when the time comes
for them to sit at those chairs, their idealisms aren’t corrupted. Saya
percaya, yang sedang dibutuhkan negara ini adalah sebuah harapan dan aksi dari
pemudanya bukan sebuah keputusasaan dan sikap apatis.
Sangat suka tulisan yg satu ini, yang memberi pandangan secara berimbang, selama ini banyak yg komen di FB memojokkan para demonstran, ada juga yg mencemooh pemerintah tanpa memberi pertimbangan dan solusi. Well, karena kita negara DEMOkrasi jadi demo memang diperlukan selama memang benar-benar digunakan dengan bijak. Tidak ada alat yang jahat, hanya ada manusia yang tidak sempurna yang menggunakannya :)
ReplyDelete(I wonder, kalo negara monarki, kek Inggris gitu apa demo-demo bisa terjadi sesering sekarnag ya?)