Wednesday, March 28, 2012

Lebar, Sempit, Pilih yang Mana?


Jadi, long weekend kemarin, saya pergi ke Puncak bersama mama, tante, sepupu, dan adik-adik saya. Berhubung adik bungsu saya ada ujian balet, kami baru bisa berangkat Sabtu siang, dan seperti yang sudah bisa diprediksi, lalu lintas macet total. Sebenarnya, bukan macet karena padat sih, tapi karena jalan menuju puncak ditutup selama (nggak kira-kira waktunya) lebih dari dua jam! Akhirnya saya mengusulkan untuk beristirahat dulu di Sukabumi, baru kemudian sekitar jam tujuh malam kami putar balik ke arah Puncak.

Karena nggak pernah menempuh rute tersebut sebelumnya, saya dan Mama agak bingung menentukan jalan. Apalagi, Papa nggak ikut karena ada urusan pekerjaan, maka jadilah kami berdua sibuk berdiskusi tentang jalan mana yang harus ditempuh. Singkat cerita, akhirnya kami mengambil putaran yang salah dan malah masuk ke jalan alternatif. Jalan itu memang mengarah ke Puncak sih, tapi rutenya jauh lebih panjang dan tentu saja memakan waktunya yang lebih lama. Sepanjang perjalanan, kami mulai khawatir karena daerah yang kami lalui lumayan sepi, tidak jarang kami memutuskan untuk bertanya pada penduduk sekitar apakah kami masih berada dalam rute yang tepat atau tidak.

Satu hal yang menarik, selama dalam perjalanan menempuh jalur alternatif tersebut saya jadi berpikir, hidup kita mungkin juga seperti itu ya… Kita nggak selalu bisa berada di jalan utama, ada kalanya kita terpaksa melintasi jalan yang sempit, gelap, dan jauh lebih berliku. Kita nggak tahu di mana ujungnya, masih berapa jauh lagi, yang bisa kita lakukan adalah tetap membuka mata lebar-lebar untuk mencari papan petunjuk. Nggak jarang, saat ada papan petunjuk pun kita masih ragu apakah kita berada pada jalan yang benar atau tidak karena jalan itu tidak banyak dilalui orang, dan saat itulah kita mulai meragukan diri kita sendiri, mempertanyakan keputusan yang telah kita ambil, atau bahkan menyesalinya. Tapi tentu saja, selalu ada orang-orang yang Tuhan sediakan dalam hidup untuk membantu kita mencapai tujuan, teman-teman yang selalu bisa jadi sandaran kita, mengarahkan kita, dan membantu kita membuat keputusan. Seperti dua anak muda dari pengajian yang akhirnya menuntun jalan kami dengan motor malam itu:)

And at the end of the day I realize: Bukan jalan yang lebar dan lancar yang membuat kamu belajar, melainkan jalan yang sempit dan penuh naik turun.

1 comment:

  1. very like this :) sampe ga tau mau komentar pa hahaha~ keep posting :) Gbu~

    ReplyDelete