Jadi, long weekend kemarin,
saya pergi ke Puncak bersama mama, tante, sepupu, dan adik-adik saya. Berhubung
adik bungsu saya ada ujian balet, kami baru bisa berangkat Sabtu siang,
dan seperti yang sudah bisa diprediksi, lalu lintas macet total. Sebenarnya,
bukan macet karena padat sih, tapi karena jalan menuju puncak ditutup selama
(nggak kira-kira waktunya) lebih dari dua jam! Akhirnya saya mengusulkan untuk
beristirahat dulu di Sukabumi, baru kemudian sekitar jam tujuh malam kami putar balik
ke arah Puncak.
Karena nggak pernah menempuh rute tersebut sebelumnya, saya
dan Mama agak bingung menentukan jalan. Apalagi, Papa nggak ikut karena ada
urusan pekerjaan, maka jadilah kami berdua sibuk berdiskusi tentang jalan mana
yang harus ditempuh. Singkat cerita, akhirnya kami mengambil putaran yang salah
dan malah masuk ke jalan alternatif. Jalan itu memang mengarah ke Puncak sih,
tapi rutenya jauh lebih panjang dan tentu saja memakan waktunya yang lebih
lama. Sepanjang perjalanan, kami mulai khawatir karena daerah yang kami lalui
lumayan sepi, tidak jarang kami memutuskan untuk bertanya pada penduduk sekitar
apakah kami masih berada dalam rute yang tepat atau tidak.
Satu hal yang menarik, selama dalam perjalanan menempuh
jalur alternatif tersebut saya jadi berpikir, hidup kita mungkin juga seperti
itu ya… Kita nggak selalu bisa berada di jalan utama, ada kalanya kita terpaksa
melintasi jalan yang sempit, gelap, dan jauh lebih berliku. Kita nggak tahu di mana
ujungnya, masih berapa jauh lagi, yang bisa kita lakukan adalah tetap membuka
mata lebar-lebar untuk mencari papan petunjuk. Nggak jarang, saat ada papan
petunjuk pun kita masih ragu apakah kita berada pada jalan yang benar atau
tidak karena jalan itu tidak banyak dilalui orang, dan saat itulah kita mulai
meragukan diri kita sendiri, mempertanyakan keputusan yang telah kita ambil,
atau bahkan menyesalinya. Tapi tentu saja, selalu ada orang-orang yang Tuhan
sediakan dalam hidup untuk membantu kita mencapai tujuan, teman-teman yang
selalu bisa jadi sandaran kita, mengarahkan kita, dan membantu kita membuat
keputusan. Seperti dua anak muda dari pengajian yang akhirnya menuntun jalan
kami dengan motor malam itu:)
And at the end of the day I realize: Bukan jalan yang lebar
dan lancar yang membuat kamu belajar, melainkan jalan yang sempit dan penuh
naik turun.
very like this :) sampe ga tau mau komentar pa hahaha~ keep posting :) Gbu~
ReplyDelete