Hari ini, saat berjalan di rumah sakit bersama teman saya,
kami berpapasan dengan banyak ko-ass (dokter muda). Nggak heran, karena mereka
memang sudah seharusnya bertugas di sana. Tapi, satu yang menarik perhatian
saya dan teman saya adalah seorang ko-ass yang berjalan di koridor rumah sakit
dengan kepala tertunduk menatap blackberry.
Iseng, teman saya berkata,”Gue seneng banget tuh kalau ntar dia nabrak, terus
yang ditabrak ternyata dokter”. Saya hanya tertawa membayangkannya. “Habisnya,
kesel banget nggak sih ngelihat orang jalan tapi nggak merhatiin jalan gitu,”
ia melanjutkan lagi. Saya mengiyakan, sambil bertanya dalam hati, ‘pernah nggak
ya saya kayak gitu juga saat jalan dengan teman saya? Kalau iya, berarti saya
sudah membuat teman saya kesal’.
Pemandangan orang berjalan dengan kepala tertunduk menatap
layar ponsel mungkin sudah jadi pemandangan sehari-hari sekarang ini. Cerita
klasik. Betapa orang-orang kini mulai apatis terhadap sekelilingnya, nggak
peduli dengan apa yang terjadi. Tapi ternyata bukan hanya itu, komentar ringan
teman saya hari ini membuat saya sadar bahwa ternyata, setiap tindakan
kita—sekalipun terlihat remeh, tetap saja dapat memberi dampak bagi orang lain.
Main hp itu kelihatannya biasa saja dan nggak mengganggu orang lain, tapi siapa
sangka ternyata ada orang yang merasa terganggu? Saya setuju sih dengan
kalimat: ‘We can’t please everyone’, tapi ya, kalau ternyata sikap-sikap kecil
kita sehari-hari ternyata dapat mengganggu orang lain atau mengundang komentar
negatif, bukankah sebaiknya kita mulai mengkritisi apa yang kita lakukan?
No comments:
Post a Comment