Saturday, March 24, 2012

A Silent Melody


For it was not into my ear you whispered, but into my heart. It was not my lips you kissed, but my soul –Judy Garland

Aku sedang membersihkan meja yang baru saja ditinggalkan seorang pelanggan saat ia datang. Laki-laki penyandang gitar dengan rambut sedikit acak-acakan yang memiliki senyum jahil mempesona. Parasnya yang kekanakan membuatku ikut tersenyum saat melihatnya. Sudah seminggu ini ia rajin mampir ke sini, menikmati iced coffee di sudut ruangan sambil mencorat-coret kertas partitur.

Pandangan kami bertemu. “Halo,” sapanya. Aku membungkuk sedikit sambil tersenyum.

“Aku pesan yang biasa,” ia berkata lagi sebelum berjalan menuju tempat favoritnya, sofa di dekat jendela, di sebelah pojok akustik kafe.

“Terima kasih,” ia mendongak saat aku meletakkan gelas minumannya. Ini adalah satu-satunya saat dimana aku dapat menatapnya lebih dekat. Menikmati setiap garis wajahnya dan menghirup aroma musk yang dipakainya. Sulit rasanya untuk tidak terpikat.

“Hei,” ia menyentuh lenganku sebelum aku sempat berbalik, sekujur tubuhku menegang, dan jantungku berdebar dua kali lebih cepat dari yang semestinya. Ia mengisyaratkanku untuk duduk.

“Laguku sudah selesai,” ia berkata sambil membuka sarung gitarnya,”Dan aku mau kau mendengarnya. Lagu ini terinspirasi darimu”.

Aku? Aku menunjuk diriku sendiri, tapi tidak ada kata-kata yang keluar dari mulutku.

Ia mengangguk, lalu tersenyum. Perlahan ia memetik gitar. Aku melihatnya memejamkan mata, merasakan setiap melodi yang bergulir. Setelah beberapa saat, ia mulai bernyanyi. Aku mengamatinya dalam diam, tersentuh oleh untaian perasaan yang diciptakannya.

Saat lagu itu habis, ia menatapku dalam. “Bagaimana?” tanyanya.

Aku bertepuk tangan, lalu mengacungkan jempol.

Keningnya berkerut samar,“Kenapa aku tidak pernah mendengarmu bicara?”

Aku mengambil pensil dan membalik partiturnya sehingga dapat menuliskan sesuatu di sana.

AKU TULI DAN BICARAKU TIDAK LANCAR

Ia membaca kertas yang kusodorkan. Sejenak rautnya terlihat kaget. Ia pasti menyesal telah membuat lagu untuk orang yang tidak bisa mendengar. Tapi, kemudian ia menuliskan sesuatu di bawah tulisanku, lalu menunjukannya.

MAAF, AKU TIDAK TAHU

Aku menggeleng. TANPA MENDENGAR SAJA, AKU TAHU LAGUMU BAGUS.

BENARKAH? BAGAIMANA CARANYA? Ia nampak heran.

Aku tersenyum, lalu menggambarkan sesuatu: HATI.

Ia ikut tersenyum, lalu membalas tulisanku.
TERIMA KASIH. SENANG BERKENALAN DENGANMU. BOLEH, AKU MEMBUATKANMU SATU LAGU LAGI?

picturetakenfrom:pinterest.com


No comments:

Post a Comment