For it was not into my ear you whispered, but into my heart. It was not my lips you kissed, but my soul –Judy Garland
Aku
sedang membersihkan meja yang baru saja ditinggalkan seorang pelanggan saat ia
datang. Laki-laki penyandang gitar dengan rambut sedikit acak-acakan yang
memiliki senyum jahil mempesona. Parasnya yang kekanakan membuatku ikut
tersenyum saat melihatnya. Sudah seminggu ini ia rajin mampir ke sini,
menikmati iced coffee di sudut
ruangan sambil mencorat-coret kertas partitur.
Pandangan
kami bertemu. “Halo,” sapanya. Aku membungkuk sedikit sambil tersenyum.
“Aku
pesan yang biasa,” ia berkata lagi sebelum berjalan menuju tempat favoritnya,
sofa di dekat jendela, di sebelah pojok akustik kafe.
“Terima
kasih,” ia mendongak saat aku meletakkan gelas minumannya. Ini adalah
satu-satunya saat dimana aku dapat menatapnya lebih dekat. Menikmati setiap
garis wajahnya dan menghirup aroma musk
yang dipakainya. Sulit rasanya untuk tidak terpikat.
“Hei,”
ia menyentuh lenganku sebelum aku sempat berbalik, sekujur tubuhku menegang,
dan jantungku berdebar dua kali lebih cepat dari yang semestinya. Ia
mengisyaratkanku untuk duduk.
“Laguku
sudah selesai,” ia berkata sambil membuka sarung gitarnya,”Dan aku mau kau
mendengarnya. Lagu ini terinspirasi darimu”.
Aku? Aku menunjuk diriku sendiri, tapi
tidak ada kata-kata yang keluar dari mulutku.
Ia
mengangguk, lalu tersenyum. Perlahan ia memetik gitar. Aku melihatnya
memejamkan mata, merasakan setiap melodi yang bergulir. Setelah beberapa saat,
ia mulai bernyanyi. Aku mengamatinya dalam diam, tersentuh oleh untaian
perasaan yang diciptakannya.
Saat
lagu itu habis, ia menatapku dalam. “Bagaimana?” tanyanya.
Aku
bertepuk tangan, lalu mengacungkan jempol.
Keningnya
berkerut samar,“Kenapa aku tidak pernah mendengarmu bicara?”
Aku
mengambil pensil dan membalik partiturnya sehingga dapat menuliskan sesuatu di
sana.
AKU
TULI DAN BICARAKU TIDAK LANCAR
Ia
membaca kertas yang kusodorkan. Sejenak rautnya terlihat kaget. Ia pasti
menyesal telah membuat lagu untuk orang yang tidak bisa mendengar. Tapi,
kemudian ia menuliskan sesuatu di bawah tulisanku, lalu menunjukannya.
MAAF,
AKU TIDAK TAHU
Aku
menggeleng. TANPA MENDENGAR SAJA, AKU TAHU LAGUMU BAGUS.
BENARKAH?
BAGAIMANA CARANYA? Ia nampak heran.
Aku
tersenyum, lalu menggambarkan sesuatu: HATI.
Ia
ikut tersenyum, lalu membalas tulisanku.
TERIMA
KASIH. SENANG BERKENALAN DENGANMU. BOLEH, AKU MEMBUATKANMU SATU LAGU LAGI?
picturetakenfrom:pinterest.com |
No comments:
Post a Comment