Wednesday, March 14, 2012

A Coffee Shop


Beberapa hari yang lalu saya nge-blogwalking, dan nggak sengaja menemukan sebuah ilustrasi tentang kedai kopi yang bagus banget. Saya minta izin penulisnya untuk share di blog ini, dan dikasih. It was written by Emma Montezuma, and you can check out the original article here. Thanks a lot Emma!

Ok, so here we go:

Kedai kopi itu selalu ramai. Gak mungkin sepi. Disana ada banyak kalangan manusia.

Ada yang datang untuk menunggu, ada yang datang untuk bekerja, ada yang datang untuk beristirahat.

Namun yang menarik dari sebuah kedai kopi adalah, ia tidak memandang darimana anda, siapakah anda. Kedai kopi akan selalu melayani semua dengan sama rata, yaitu sebagai costumer. Dia gak mungkin cuekin yang satu dan care sama yang lain. Gak mungkin yang satu gak dikasih orderan minumnya, tapi yang cuma lewat dikasih satu kulkas.

Ke semua sama baiknya, ke semua sama adilnya.
Ke pelanggan baru disambut dengan baik.
Ke pelanggan setia dikasih award, dan mungkin di-treat sedikit special.

Hidup kita mesti nya kayak kedai kopi, gak sih?

Kalau hidup kita itu kedai kopi, maka para costumer itu adalah orang-orang di kehidupan kita. Ada banyak kalangan orang di kehidupan kita, tapi bukan berarti kita harus membeda-bedakan mereka kan?

Ada yang datang untuk ngegosip, ada yang datang untuk urusan kerja.
Ada yang datang untuk cari kedamaian, ada yang datang dengan masalah.
Ada yang datang sebagai tamu yang kebetulan lewat.
Ada yang datang dan menganggap kedai kopi, atau kamu, sebagai hidupnya.

Dan waktu orang-orang itu datang silih berganti, apa kamu sudah memberi layanan yang terbaik? Apa kamu sudah membuat mereka nyaman?

Apa kamu sudah menjawab persoalan mereka? Apa kamu sudah memberi kesan tersendiri di kehidupan mereka?

Satu hal lagi yang aku suka dari kedai kopi ini. Semakin lama ia berdiri, semakin cantik tempatnya. Semakin lama ia berdiri, semakin nyaman tempat nya. Semakin lama ia berdiri, semakin terjaga rasa kopinya.

Aku mau hidupku seperti kedai kopi. Tidak perlu besar-besar, tidak perlu mewah. Cukup memberi arti. Yang penting kamu nyaman, dengan kedaiku.



Setelah membaca tulisan tentang kedai kopi ini, saya jadi berandai-andai seperti apa hidup saya jika diibaratkan dengan kedai kopi, and it turns out like this:
Kedai kopi ku kecil, terletak di pojok jalan.
Tidak banyak yang tahu tentangnya, namun kedaiku selalu penuh oleh pelanggan setianya.
Kamu dapat mendengar tawa-tawa bahagia bercampur harum aroma kopi ketika membuka pintunya.
Kedai kopi ku hangat, nyaman, dan dapat membuatmu merasa pulang ketika duduk di dalamnya.

Jika belum tahu, kapan-kapan mampirlah ke kedaiku, dan jangan lupa ceritakan juga tentang kedaimu:D

3 comments:

  1. Nice analogy! dalem bangeeet~

    Kedai kopi ku tidak terlalu besar, baru saja dibersihkan setelah sekian lama tertutup, dan sudutnya masih di renovasi, kamu mungkin dapat melihat tembok putih tanpa wallpaper atau tumpukan barang yang belum tertata tapi jangan takut, di sudut yang lain telah kusediakan sebuah ruang kaca sederhana tempatmu menghabiskan hari. Meja kayu yang masih berbau pelitur dan kursi bundar untukmu bersandar. Tak lupa pula secangkir kopi hangat untukmu sebagai pemberi semangat.

    LOL, jadi sok puitis XD

    ReplyDelete
  2. inspirasi banget tulisannya :)

    ReplyDelete
  3. @Anita @Rara, thanks for the comments :D

    ReplyDelete