Sunday, March 10, 2013

Menunggu Pulang

picturetakenfrom:pinterest.com


Adam melangkah memasuki pondok itu. Bau kayu lapuk dan udara laut menyerbu paru-parunya. Selama beberapa detik ia hanya berdiri diam di pintu. Semua nampak sama dengan yang diingatnya.

Barisan pot bunga di pinggir jendela. Kursi goyang di teras belakang. Magnet-magnet berbentuk kerang pada pintu kulkas. Dan meja makan yang kini kosong.

Adam mengalihkan pandangan ke arah tangga. Di sana ia dapat melihat seorang bocah kecil dengan piyama biru berlari turun dan menyerbu meja makan. Anak itu berteriak kegirangan saat seorang wanita berparas 40-an membawa baki berisi ayam panggang, lengkap dengan asapnya yang masih mengepul. Beberapa menit kemudian aroma lezat itu akan bercampur dengan bau tembakau. Seorang pria bertubuh tegap bergabung dengan mereka.

Selesai makan malam bocah kecil itu merangkak naik ke pangkuan ayahnya di atas kursi goyang. Semuanya nampak damai. Bulan yang bersinar sempurna di langit, suara debur ombak yang menghantam karang, dan angin yang terasa lengket di kulit.

Adam memasukkan kedua tangannya ke saku celana seraya bersandar pada tiang kayu yang menyanggah pondok tersebut. Ia mengamati bocah itu hingga terlelap.

Sampai di sini, ia ingin waktu berhenti. Karena selanjutnya ia tahu apa yang akan terjadi: Suara pintu dibanting, disusul dengan kata-kata kasar yang keluar dari wanita yang nampak lelah. Pria yang memangku anak itu membalas dengan makian. Sumpah serapah berterbangan, mencemari udara pantai yang tenang. Air mata mulai menetes. Adam berusaha menutupi telinga bocah itu dengan tangannya. “Jangan terbangun”.

Sia-sia. Anak itu membuka matanya pada sebuah pemandangan yang akan diingatnya seumur hidup. Ibu yang tergugu di sudut teras dengan rambut acak-acakan dan darah pada sudut bibirnya. Ayah dengan kata-kata kasar terakhirnya yang melenggang pergi. Pergi. Dan tidak kembali.

Pondok itu kini kosong. Adam tersenyum pahit. Lucu bagaimana takdir membawanya kembali ke sini. Lucu bagaimana pesawat yang ditumpanginya dari Frisco mendadak kehilangan kendali dan jatuh di tempat ini.

Ia tidak tahu kapan tim SAR akan berhasil menemukan jasadnya dan penumpang lain. Tapi ia bersyukur, sampai saat itu tiba, ia dapat menunggu di rumah. Sambil mengenang Ibu. Sambil memaafkan Ayah.

No comments:

Post a Comment