“Satu orang tua bisa ngurus sepuluh anak, tapi sepuluh anak belum tentu bisa ngurus satu orang tua,”—Ayah
It’s the time when I witness my grands
getting old—weaker and more vulnerable day by day. Ada banyak masalah,
mulai dari emosi, rewel, tingkah yang semakin kekanak-kanakan, penuaan yang
masih fisiologis, sampai sakit yang serius.
Dan
ketika kakek atau nenek jatuh sakit, saya selalu menyaksikan hal yang
sama—bagaimana kedua orang tua saya beradu pendapat dengan saudara-saudara
mereka. Bagaimana orang tua saya selalu bersikeras membawa kakek atau nenek ke
rumah sakit sementara saudara-saudara mereka menentangnya, mengatakan kalau
sakit itu hal yang biasa—namanya juga orang tua. Saya selalu mendengar keluhan
yang sama dari mulut orang tua saya, tentang bagaimana saudara-saudara mereka
tidak ada yang mau menjaga orang tua mereka ketika di rumah sakit—atau bahkan
merawat mereka di rumah. Tentang bagaimana sebagai seorang anak,
saudara-saudara mereka belum cukup memperjuangkan orang tua mereka. Tentang
bagaimana takutnya mereka menjadi tua sementara mereka menyaksikan sendiri
keadaan orang tua mereka.
“Sewa
suster aja ya kalau Mama dan Papa udah tua, biar nggak nyusahin,” kira-kira
begitu orang tua saya pernah berkata. Kalimat ini membuat saya miris. Manusia sering
diperhadapkan padahal yang sama ketika dewasa; ketika kita terlalu sibuk dengan
pekerjaan masing-masing, karir yang tengah menanjak, keluarga yang tengah kita
bangun, kita sering kali jadi lupa melihat ke belakang. Kita tidak lagi ingat
siapa yang pernah mati-matian berdiri di belakang kita, menjaga kita supaya
tidak sampai terjatuh. Kita tidak lagi memperhatikan orang yang pernah
memperjuangkan masa depan kita dengan keringat dan kasih sayang mereka.
Saya
beruntung mengalami,—menyaksikan semua ini. Saya beruntung bisa meneladani
bagaimana kedua orang tua saya memperlakukan orang tua mereka. Saya beruntung
dididik untuk menghargai orang tua, bahkan kakek dan nenek. Dilahirkan dalam
keluarga yang besar (5 bersaudara), membuat saya berharap, kelak, jangan sampai
apa yang dialami orang tua saya dan saudara mereka terjadi juga pada saya dan
saudara saya. Jangan sampai saya dan saudara-saudara saya menelantarkan kedua
orang tua saya nantinya. Saya ingin membuktikan pada mereka, bahwa apa yang
mereka lakukan hari ini—untuk orang tua mereka, akan mereka dapatkan juga
ketika mereka tua nanti, bahkan lebih baik. Saya ingin memastikan bahwa mereka
tidak sia-sia mendidik saya dan adik-adik saya. Saya ingin mereka tahu, bahwa ketika mereka tidak lagi bisa memperjuangkan diri mereka sendiri, saya dan saudara-saudara saya akan melakukannya untuk mereka.
Kemarin
pagi, Mama berkata seperti ini saat sarapan pada Papa,”Dulu, orang tua kita
mati-matian menjaga kita ya? Kita bentol sedikit aja karena digigit nyamuk,
mereka khawatir. Masa sih, sekarang ketika sakit nggak ada yang mau sekadar
membawa mereka ke rumah sakit?” Kalimat spontan tersebut membuat saya sadar,
kasih sayang orang tua dan anak memang sama sekali nggak bisa dibandingkan. You’ll never pay enough for your parents’
love.
ughh~ dalemmm banget postingan ini. Ada sebuah iklan layanan masyarakat Singapore, intinya adalah apapun yang kita lakukan sekarang untuk orang tua kita, dilihat oleh generasi selanjutnya :) very touching advertising dan membaca kisahmu ini membuatku sadar bahwa suatu ketika anakku akan meniru apa yang aku lakukan pada orang tuaku saat ini :)
ReplyDeleteWah, jadi pengen nonton iklannya..
Delete