Monday, September 2, 2013

Strongholds


Disclaimer: It will be quite a long post and it contains Christian material. I know some of my readers hate to read a long post (I’m that kind of reader too! Hehe…) If you still want to read this, take a good seat and I hope you enjoy it. And oh, you can quit anytime when you feel bored, no hurt-feelings. Hehe :P

 
picturetakenfrom:weheartit.com


The weapons we fight with are not the weapons of the world. On the contrary, they have divine power to demolish strongholds. We demolish arguments and every pretension that sets itself up against the knowledge of God, and we take captive every thought to make it obedient to Christ. –2 Corinthians 10: 4-5


Strongholds, atau kalau dalam Alkitab versi bahasa Indonesia: Benteng. Benteng di sini bukan bangunan tembok maha kokoh yang melindungi kerajaan dari musuh-musuhnya. Strongholds here refer to something happen in our mind. A stronghold is an area in which we are held in bondage (in prison) due to a certain way of thinking.

Agak mirip sama benteng secara fisik, tapi bedanya, benteng yang dimaksud di Korintus adalah benteng yang dibangun pelan-pelan oleh Iblis di dalam pikiran kita. Fungsinya bukan untuk melindungi kita, tapi untuk memagari pola pikir kita sehingga kita nggak tahu bahwa sebenarnya kita salah. Perhatikan kata pelan-pelan, through careful strategy and cunning deceit, Satan attempts to set up ‘strongholds’ in our mind. Proses pembentukan strongholds ini nggak instan, tapi pelan-pelan, dan kebanyakan dimulai sejak kita kecil. Iblis sabar banget, dia nggak buru-buru, in fact, one of the devil’s strongest points is patience. Ini bahaya, karena pelan-pelan, kita jadi nggak sadar bahwa nilai-nilai yang salah sedang bertumbuh dalam diri kita.

Saya nggak bisa ceritain tentang ‘strongholds’ saya di sini. Tapi untuk membantu supaya lebih ngerti apa itu stronghold, saya pakai cerita dari buku Battlefield of the Mind-nya Joyce Meyer aja ya.

Jadi ada sepasang suami istri Kristen bernama John dan Mary yang tidak menikmati kehidupan pernikahan mereka dengan bahagia. Selalu ada perselisihan di antara mereka. Kebencian, amarah, dan kepahitan menguasai mereka.

Masalah Mary adalah ia tidak tahu bagaimana menempatkan suaminya menjadi kepala keluarga. Ia selalu ingin membuat segala keputusan, mengatur keuangan, dan mengatur cara mendidik anak-anak mereka. Ia juga ingin bekerja agar dapat memiliki uangnya sendiri. Ia dominan, independen, vokal, dan selalu menggerutu.

Di sisi lain, masalah John adalah ia kesulitan menjadi seorang pemimpin dalam keluarganya. Ia tahu seharusnya tidak membiarkan istrinya mengambil kepemimpinan sendiri, tapi ia malah menarik diri dan tenggelam dalam rutinitas menonton tayangan televisi. John lari dari tanggung jawabnya.

Saat kecil, Mary memilik ayah yang begitu dominan, yang tega menampar putri kecilnya hanya karena ia sedang berada dalam mood yang jelek. Ayahnya sering menyiksa Mary dan ibunya, namun begitu menyayangi saudara laki-laki Mary. Hasilnya, Mary tumbuh dengan pola pikir bahwa semua pria tidak dapat dipercaya. Laki-laki akan dengan mudahnya menyakiti wanita, mengambil keuntungan dari wanita, dan menyuruh wanita melakukan ini itu. Dan ketika ia menikah, sifat-sifat buruk dalam diri Mary muncul.

Sementara itu, masa kecil John diisi dengan kata-kata merendahkan dari ibunya, seperti ‘kamu anak yang tidak berguna, dsb’. John berusaha membuat bangga ibunya namun semakin ia berusaha semakin banyak kesalahan yang ia lakukan. John juga mengalami penolakan oleh teman-teman di lingkungannya, dan saat remaja ia ditolak oleh gadis yang disukainya. Perasaan tertolak membuat John tumbuh menjadi pribadi yang pemalu, tertutup, dan menarik diri. Ia selalu berpikir,’tidak ada gunanya memberi tahu orang lain apa yang ada dalam pikiranmu, mereka tidak akan mendengarnya. Saya akan kalah pada akhirnya, jadi untuk apa susah payah memulai?”


John dan Mary punya ‘stronghold’ masing-masing. Mereka tahu sifat-sifat buruk mereka. Remember that they are Christians, they know they shouldn’t act that way, but they have no idea how to change their nature. They don’t even understand how they got there.

For years, iblis membisiki mereka dengan pemikiran-pemikiran yang salah. Seperti memberi tahu Mary bahwa semua laki-laki buruk adanya, dan memberi tahu John bahwa ia akan selalu menjadi the underdog.

Kita nggak bisa memilih dilahirkan dalam keluarga seperti apa, kita nggak bisa menghindar dari peristiwa-peristiwa traumatik yang menimpa kita di masa kecil. Tapi, jangan biarkan itu menjadi alasan yang mengikat kita. Don’t let satan win with his lies. Don’t allow your past and how you raised to negatively affect the rest of your lives. Don’t justify the misbehavior.

Seperti yang dibilang di 2 Korintus 10: 4-5, kita punya senjata spiritual untuk melawannya. John 8: 31, 32 says: … If you abide in My word, you are truly My disciples. And you will know the Truth, and the truth will set you free.

Here Jesus tells us how we are to win the victory over the lies of Satan. We must get the knowledge of God’s truth in us, renew our minds with His Word, then use the weapons of 2 Corinthians 10:4,5 to tear down the strongholds and every high and lofty thing that exalts itself against the knowledge of God.  The Word here, including praise and prayer. Tapi nggak sampai di situ, we must abide (continue) in the Word until it becomes revelation given by inspiration of the Holy Spirit.

Kontinuitas itu penting. Untuk menghancurkan ‘benteng’ yang udah dibangun sebegitu lamanya, butuh ketekunan yang terus menerus. As I said earlier, I have my own stronghold which I can’t tell here (may be some day I'll write about it when I feel ready, sekarang biar penasaran aja dulu ya :P). I know the exact cause of the stronghold and I’ve prayed for it for a long time. Dan pas banget, beberapa hari ini saya lagi merasa ‘Duh, Tuhan, kok nggak ada perubahan apa-apa ya?’ And I stop praying for it. Tapi baru beberapa hari absen ngedoain, semalam langsung dikasih bacaan tentang stronghold ini, kayak lagi diingetin,’Doain lagi dong, Cil. Jangan berhenti. Jangan mau kalah. God is faithful and He not to let you tassayed beyond your ability and strength of resistance  to endure, but He will also provide the way out.”

Our past may explain why we’re suffering, but we must not use it as an excuse to stay in bondage. Mungkin kita nggak sadar kita punya 'benteng' di dalam diri kita. Alasannya ya karena itu tadi, 'benteng' kita terbentuk pelan-pelan dari kecil. Membuat kita berpikir 'Ah, gue emang orangnya gini. Wajarkan? Tiap orang punya sifat jelek masing-masing'. But when you realize, and ready to break that stronghold, remember that  Jesus always stands ready to fulfill His promise to set the captives free. He will walk us across the finish line of victory in any area if we are willing to go all the way through it with Him.

No comments:

Post a Comment