Thursday, April 25, 2013

Under the Rain Serenade


Hujan.
Lagi.

Satya menatap langit pekat di atasnya. Lobi Jakarta Prime School jadi lebih padat dari biasanya karena anak-anak berdesak-desakan menunggu jemputan. Sambil menyandang ranselnya ia berbalik ke kelas, setengah bersyukur karena rapat OSIS hari ini membuatnya tidak usah pulang di hujan sederas ini. Namun saat hendak berbalik, ekor matanya menangkap gestur seseorang.

Alika. Gadis berambut panjang sebahu itu menyodorkan payungnya pada ibu kantin yang tidak bisa pulang karena hujan. Wanita separuh baya yang terlihat renta itu menggeleng, namun Alika bersikeras menaruh payungnya di tangan ibu tersebut. Akhirnya, sambil mengucapkan terima kasih, ibu itu menerimanya dan berjalan dalam hujan.

Satya tidak begitu mengenal Alika. Gadis itu tidak pernah aktif dalam kegiatan sekolah. Satu-satunya hal yang ia tahu tentang mantan teman sekelasnya itu adalah Alika sangat cerdas. Selalu menempati posisi juara umum di sekolahnya. Sejak mereka beda kelas di tahun kedua mereka, Satya tidak pernah lagi mengobrol dengan gadis itu.

Alika memandang tirai hujan di hadapannya. Ia berdiri di sana. Seolah menikmati setiap tetes yang jatuh dari langit. Impuls, Satya membuka ranselnya.

“Ini,” Satya kini sudah berdiri di hadapan Alika, membuat gadis itu sedikit terkejut melihat payung lipat yang disodorkan padanya. “Elo mau pulang, kan?”

Alika terlihat ragu.

“Gue pulangnya masih lama,” Satya meyakinkan gadis di hadapannya,”Rapat OSIS. Nanti pas gue pulang paling juga hujannya udah berhenti. Elo pake payung gue aja”.

“Tapi—,” Alika membuka mulutnya.

“Udah,” Satya meraih tangan Alika dan memaksa gadis itu menerima payungnya. “Terima aja,” Satya tersenyum lalu berbalik pergi.

Alika terpaku di tempatnya.

Pertama, Satya menghampirinya dan berbicara padanya.

Kedua, cowok itu meminjamkan payungnya.

Mungkinkah Satya memperhatikan tindakannya saat ia meminjamkan payung untuk Bu Narsih tadi?

Alika menatap payung yang kini berada dalam genggamannya. Wajahnya terasa panas di cuaca sedingin ini. Jantungnya yang sejak tadi memompa keras mengalirkan sensasi hangat ke sekujur tubuhnya. Dan seulas senyum yang tidak bisa ditahan lagi terulas di wajahnya. Ia pikir hari ini tidak akan datang. Ia pikir momen seperti tadi hanya ada dalam khayalannya saja.

*
Satya meregangkan tubuhnya saat keluar dari kelas. Rapat OSIS dan hujan memang bukan kombinasi yang tepat. Ia menguap lebar. Sudah satu jam hujan mengguyur dan masih belum ada tanda sedikit pun akan berhenti. Payungnya sudah ia pinjamkan pada Alika, dan itu berarti ia harus menunggu hujan reda agar bisa pulang.

Langkahnya terhenti saat ia melihat sosok seorang gadis yang tertidur pulas di bangku lobi.

“Alika?” Satya menatap wajah mungil di hadapannya. Mulut gadis itu yang sedikit terbuka membuat Satya tidak dapat menahan senyumnya. Rasanya ia bisa menghabiskan waktu lama-lama menikmati pemandangan tersebut. Dalam suasana seperti ini, Alika seperti peri hujan yang sedang tertidur—lupa dengan pekerjaannya.

“Alika,” Satya mengguncang bahu gadis itu pelan.

Alika mengerjap sebentar, lalu terkejut saat mendapati wajah Satya berada begitu dekat wajahnya.

“Kok belum pulang?” Satya bertanya, lalu mengalihkan pandangannya pada payung yang berada di tangan Alika. “Payungnya rusak ya?”

Alika menggeleng. “Ehm,” gadis itu mengigit bagian bawah bibirnya. “Tadi gue pikir hujannya nggak akan berhenti secepat itu. Ternyata gue benar ya?” Alika menatap keluar,”Masih hujan. Elo nggak akan bisa pulang kalau masih hujan, kan?”

Satya tertegun sejenak, lalu tersenyum hangat. Ia meraih payung miliknya kemudian membukanya. “Kalau gitu, mau pulang bareng?”

Mata Alika melebar. “Maksud gue, elo pulang aja,” ia berkata gugup, mendadak kehilangan kalimat,”Biar gue—“

“Ayo,” Satya menarik pergelangan tangan Alika. “Mana mungkin gue ngebiarin cewek nunggu sendirian?”

Alika terdiam, namun ia menurut. Berada di bawah payung yang sama dengan Satya si ketua OSIS? Bukan, Alika mengoreksi dalam hati, dengan Satya yang diam-diam disukainya sejak dulu? Alika bahkan tidak berani memimpikan hal seperti ini.

Satya yang berada di sebelahnya tertawa kecil.

“Kenapa?” Alika bertanya pelan, takut pikirannya terbaca oleh Satya.

“Nggak,” Satya menggeleng. “Gue lagi mikir, kemana aja gue selama ini sampai nggak pernah benar-benar kenal orang kayak elo”.

Alika tersenyum kikuk. Sebagian dari dirinya berusaha mengontrol detak jantungnya yang kelewat cepat. Hari ini, di sini, di bawah payung biru dongker yang melindunginya dari hujan, Alika merasa perasaannya layak untuk diperjuangkan.

picturetakenfrom:weheartit.com

No comments:

Post a Comment