Ketika kita sedang lelah mendaki, mungkin tak jarang kita mendongak, dan melirik iri mereka yang sudah meraih puncak. Lalu muncul pertanyaan, "Untuk apa memikul salib dan mengikut Dia, jika hidup mereka-mereka yang tidak melakukannya terlihat lebih menyenangkan?"
Baru-baru
ini saya kembali menekuni pilates setelah sempat hengkang selama hampir satu
tahun. Badan rasanya remuk redam, padahal gerakan-gerakan pilates mayoritas
adalah peregangan dan gerakan-gerakan dinamis yang tidak terlalu heboh. Rasanya
seperti kembali ke hari-hari pertama dulu, saat saya baru mengikuti kelas ini.
Kata Mama, kalau ikut pilates tuh kayak langsung ketahuan semua jelek-jeleknya
badan kita. Padahal sehari-hari kita merasa tidak ada yang salah dengan tubuh
kita, rasanya sama-sama saja seperti orang lain; namun, begitu ikut pilates dan
bertemu instruktur, baru deh ketahuan bahwa ternyata banyak sekali postur atau
posisi tubuh kita yang ngaco.
Sejak
ikut pilates saya jadi lebih ‘aware’
dengan postur tubuh saya, dan menyadari bahwa ternyata nggak gampang mengubah
‘posisi standar’ tubuh kita yang sudah salah selama bertahun-tahun. Butuh
perjuangan yang tidak sebentar dan tidak mudah hingga tubuh kita mampu
‘mengingat’ posisi tubuh yang benar. Butuh latihan yang menyakitkan dan
kesabaran ekstra untuk memperbaiki postur dan melenturkan tubuh yang terlanjur
kaku.
Mungkin
hidup ini juga demikian. Tak jarang kita berpikir, si ‘A ‘yang jauh dari
Kristus tapi kok hidupnya ‘fine-fine’ aja,
bahkan malah terlihat lebih santai dan tanpa beban. Jadi apa bedanya hidup
dengan dan tanpa Kristus?
Kalau
secara selintas kita lihat, seringkali hidup orang yang dekat dengan Kristus
dengan orang yang tidak percaya rasanya sama-sama saja. Orang yang tidak kenal
Kristus juga bisa sukses, bisa bahagia, bisa hidup mewah dan melimpah. Tapi,
bila dilihat lebih dekat dan mendetil, tentu kita akan dapat melihat dan
merasakan perbedaannya.
Sama
seperti gerakan-gerakan pilates yang kebanyakan tidak ‘high impact’ namun sanggup membuat badan pegal-pegal. Hidup kita
juga mungkin lebih sering ‘ditarik’ dan ‘diregang’ Tuhan melalui hal-hal kecil.
Ia membentuk kita melalui kebiasaan-kebiasaan kecil—masalah sehari-hari, yang
tanpa sadar mampu membentuk dan mempertahankan ‘postur’ iman dan karakter kita.
Mungkin kalau dilihat sekilas tak berbeda dengan mereka yang hidup tanpa
Kristus, tapi kalau diuji, kamu akan merasakan sendiri bedanya.
Jadi,
kalau kita sempat berpikir dan melirik iri pada mereka yang hidupnya terlihat
enak tanpa Kristus, buanglah jauh-jauh pikiran itu. Memikul salib memang
bukanlah perkara mudah, bahkan tak jarang menyakitkan, tapi dengan demikianlah
Allah membentuk kita. Menjadikan kita menjadi lebih kuat dan berkualitas dari
yang lain.
Selamat
menjadi berbeda!