Wednesday, March 15, 2017

bukan dari semahal apa harganya.

Sekolah kedokteran membawa saya merasakan ‘sensasi’ tidur di banyak tempat. Mulai dari di atas lantai dengan hanya beralaskan selembar sleeping bag atau matras tipis, di ranjang kost-an yang ketika ditiduri kayunya berderit dan spring bed-nya melesak ke dalam, di atas sofa keras yang pernya menusuk tulang belakang, sampai tertidur di kursi dengan posisi duduk.

Orangtua saya bisa saja menyediakan ranjang yang empuk di kamar saya, memesan hotel berbintang dengan ranjang yang nyaman selama berlibur, tapi lucunya, saya merasa bahwa waktu tidur yang paling berharga justru bukan di tempat-tempat paling nyaman tersebut. Bukan tempat tidur full latex yang mengingatkan saya bahwa tidur adalah sebuah barang mewah, melainkan kerja keras sepanjang hari tanpa jeda. Saya jarang sekali teringat untuk bersyukur atas waktu tidur yang saya miliki ketika sedang libur di rumah. Sebaliknya, waktu tidur satu hingga dua jam di rumah sakitlah yang membuat saya bersyukur bahwa saya masih diberi kesempatan untuk beristirahat.

Jadi, kalau dipikir-pikir ternyata bukan seberapa mahal, seberapa nyaman, seberapa mewah tempatnya. Bukan seberapa banyak nilai materi yang melekat yang membuat suatu hal jadi berharga. Seperti tidur yang sangat berharga walau hanya diatas sehelai sleeping bag dan di atas lantai yang berdebu, seperti satu jam waktu tidur di tengah lelahnya jaga malam, banyak hal di dunia ini yang harganya tidak dapat dipatok berdasarkan angka, rupiah, dan gengsi.

Bersyukurlah :) 



No comments:

Post a Comment