How come, how come two different hearts can
fall for the same person?—C
“Congratulation!” Aku mengangkat gelas
berisi orange juice di hadapanku.
Matahari siang itu lebih terik dari biasanya dan kamu memintaku bertemu. Tentu
saja aku sudah tahu alasanmu. Dia sudah mengatakannya padaku lebih dulu, dengan
tawa yang berderai dalam setiap kalimatnya. Aku dapat mendengarnya tersenyum
pada setiap ujung kata yang terucap.
“Terima
kasih,” kamu tersenyum lebar. Senyum itu. Senyum yang selalu aku rindukan, tapi
tidak pernah mampu aku ciptakan.
“Finally you fall for the Blanc, huh?”
Aku mengangkat sebelah alisku, mencoba menjaga nada bicaraku agar tidak
bergetar. Mencoba terdengar senang untuknya.
Cabernet Sauvignon dan Sauvignon Blanc, kamu selalu menyebut kami dengan sebutan itu.
Dua sahabat yang bertolak belakang. Aku yang menurutmu sulit ditebak, tertutup,
dan selalu pedas saat mengritik. Dan dia yang mudah bergaul dan memiliki aura
sehangat musim panas. Aku sendiri kadang tidak mengerti bagaimana kami bisa
menjadi sepasang sahabat.
Kamu
mengulum senyum.
“Can you tell me what will happen to the
Cabernet?” Aku menatapmu lekat, berharap pertemuan ini tidak akan berakhir.
“The expensive Cabernet will find her perfect
fit, too. Dan kita akan hidup bahagia sampai kakek nenek.”
Aku
terkekeh. So, expensive, huh? That’s what
you think about me? “Gue nggak percaya happily
ever after,” protesku, mungkin terdengar getir di telingamu.
“Of course you don’t,” Kamu mengangkat
bahu. “You are a Cabernet after all”.
Aku
menghela napas panjang. You don’t get me,
aku menatapmu lurus-lurus. Lima tahun kita bersahabat dan kamu masih tidak
mengenalku? I’m totally a Cabernet then.
“Go find your special someone,” kamu
tertawa lepas. “Biar kita bisa double
date”.
Aku
ikut mengimbangi tawamu. Membiarkan pusaran yang berada dalam diriku menarikku
semakin dalam.
“Sure”.
picturetakenfrom:pinterest.com |
No comments:
Post a Comment