Tuesday, August 26, 2014

home.


Sometimes we need to travel around the world just to remind us how comfortable it is to be at home. —Mika

It’s been two years, huh?” Mika memperhatikan es batu yang mengapung di atas ice lemonade-nya.

Since?” Will tersenyum tipis, pertanyaan yang tentu saja ia tahu betul jawabannya.

Since it was over,” Mika membalas tatapan Will dengan sebuah senyuman yang menurut Will sama sekali tidak berubah sejak dua tahun lalu, senyuman yang tidak pernah membuatnya bosan untuk menikmatinya. “Since there’s no more ‘us’, sejak kamu bikin aku nangis semalaman di rumah Nadia”.

Hey! It was our decision,” Will tidak terima disalahkan begitu saja.

“Iya, iya,” Mika terkekeh. “Kamu nggak berubah ya, tetap serius. Kaku”.

“Terserah,” Will memberengut, namun kembali tersenyum tak lama kemudian. Ia rindu gadis di hadapannya lebih daripada yang ia pikirkan. Melihat Mika duduk di depannya seperti ini membuatnya ingin meraih tangan gadis itu dan tak pernah melepasnya lagi.

“Tapi aku suka,” Mika melanjutkan. “Dan aku suka kamu ngajak kita ketemuan hari ini”.

“Aku kira kamu bakal marah,” jawab Will, ia baru sadar kalau Mika masih menggunakan ‘aku-kamu’ dengannya—sebuah kebiasaan yang tidak pernah dapat mereka hilangkan bahkan setelah putus.

I grow up, Will,” Mika mengedipkan sebelah matanya, membuat Will semakin tidak dapat menahan keinginannya untuk memeluk gadis itu. “Wound is a strange thing you know, one day it makes you cry until you feel you’ve nothing left, but once it’s healed, you can laugh over it when you see the scar.”

“Wah, wah, Mika yang aku kenal benar-benar udah gede, ya?” Will tertawa renyah.

“Will!” Mika pura-pura cemberut, lalu ikut tertawa. “So, how’s life without me?”

“Aku mulai bisnis restoran di Bandung. Sejauh ini aku senang ngerjainnya, yah walau masih banyak yang harus dibenahi,” Will meneguk ice coffee-lattenya. “But one thing I realize, life’s without you is pretty different. It’s like something is missing.

Mika terdiam mendengar kalimat terakhir Will.

Anyway,” Will berdeham untuk menghilangka kecanggungan. “How about yours? Cerita apa aja yang aku lewatkan?”

“Nggak banyak,” Mika tersenyum tipis. “Told you I’ll chase my dream. Aku kerja di agen perjalanan sekarang, and I travel around the world.” Mata Mika terlihat berbinar ketika mengatakannya.

Happy to hear that,” Will tersenyum tulus.

But I miss going home, Will,” Mata Mika menatap Will lurus-lurus. “Even sometimes I feel I am lost in the middle of nowhere”.

“Mika—“

But then, just now, when I see you, somehow I feel just like I’m home”. Mika menyadari jantungnya berdegup cepat. Ia menunduk dalam-dalam, tak berani menatap mata Will. Bodohnya ia berkata seperti itu.

“Mika—“

“Maaf, Will,” Mika merasakan sekujur tubuhnya dilingkupi hawa panas. Telapak tangan dan kakinya berkeringat. “Aku nggak bermaksud—“

“Mika,” Will kini sudah berdiri di sampingnya. Ia meraih kedua bahu Mika hinga membuatnya tersentak. “Welcome home.”

Mika tidak tahu apa yang terjadi. Namun, detik berikutnya ia menyadari bahwa ia sudah berada dalam dekapan Will—tempat paling hangat dan nyaman yang pernah dirasakannya.

And it’s good to be at home.




and you're just like a cup of hot chocolate after a long journey
picturetakenfrom:pinterest.com

1 comment:

  1. selalu suka deh kalau baca cerita2 disini. and yes, it is always good to be home :)

    ReplyDelete