“Enak
ya…” Reina menatap langit senja dari tempatnya berayun. Di atas, sekelompok
burung terbang dengan membentuk formasi ‘V’. “Kalau bisa terbang”.
Rama
yang duduk di ayunan sebelahnya menoleh.
“Penasaran
kayak apa bumi dari atas sana,” Reina mengayunkan kakinya kuat-kuat, membuat
ayunannya melambung semakin tinggi.
Rama
ikut menyesuaikan ayunannya dengan milik Reina. Angin sore yang berhembus
setelah hujan membuatnya ingin menarik napas dalam-dalam.
“Pasti
kecil banget ya,” Reina melanjutkan.
Rama
hanya diam, membiarkan sahabatnya itu terus berceloteh.
“Dari
atas sana, masalah gue terlihat kecil juga nggak ya?” Reina tertawa pahit.
Angin sore membuat matanya yang sudah berkaca-kaca semakin berair.
Rama
mencengkram rantai ayunan kuat-kuat, menahan keinginannya untuk turun dari
ayunan dan menarik sahabatnya itu ke dalam pelukannya. Tapi, bukan dirinya yang
ingin Reina peluk, ia tahu itu. Bukan dirinya yang dapat menghapus seluruh
rindu sahabatnya itu.
“Gue
pengecut, ya? Maunya lari.”
Rambut
Reina yang berkibar tertiup angin membuat Rama semakin ingin membelai kepala
gadis itu.
Reina
masih mendongak menatap langit. “Kalau gue bisa terbang, gue bisa ketemu Hans
nggak ya, Ma? Dia ada di atas sana nggak ya?”
“Rei… Gue nggak punya sayap.”
Rahang
Rama mengeras.
“Tapi, gue janji akan selalu jalan bareng-bareng elo”.
picturetakenfrom:pinterest.com |
No comments:
Post a Comment