Thursday, May 24, 2012

Sea, and Nine Years After It


Hari ini, sembilan tahun yang lalu, masih segar dalam ingatanku segalanya tentang kita. Aku masih dapat mencium aroma laut dan dan mengecap asinnya udara hari itu. Aku masih dapat mendengar deburan ombak yang sesekali menyapu bersih apa pun yang terdapat di pinggir pantai. Aku masih merekam hangatnya mentari siang itu, birunya langit, putihnya pasir, aku masih memutar-mutar memori tentang kita.

“Nggak terasa ya, sebentar lagi kita kuliah,” kamu duduk di sebelahku, ikut memandang garis datar yang memisahkan laut dengan cakrawala.

“Kuliah, dapet kerja, nikah, punya anak…” aku melanjutkan, sambil memejamkan mata, menikmati hembusan angin yang terasa lengket di kulit.

Kamu ikut tersenyum,”It’s just like a blink of an eye, you know? Our life…”

Aku menggeleng,”Like a speed of light. Gue bahkan nggak tahu untuk apa semua ini. Masuk Otago; taking med school; being a physician, a great surgeon, lalu apa? Cari duit? Jadi istri orang? Jadi ibu? Then what? Apa yang sebenarnya sedang gue kejar? What is my main purpose? My ultimate one?

Kamu hanya diam mendengar ocehanku, aku tahu kamu juga memikirkannya. Lalu aku menatap Higa dan Mei yang tengah bermain di laut. Kita semua memikirkannya, sekalipun beberapa menutupinya dengan keceriaan liburan kelulusan sekolah.

“Kalau lo apa? Apa tujuan hidup lo?” Aku memiringkan kepala, menikmati wajahmu yang nampak berpikir keras.

Kamu menatap langit sambil membiarkan kedua sikumu bertumpu pada pasir. “Entahlah. Mungkin kuliah, cari kerja, jadi kaya, dan hidup bahagia selamanya sama orang yang gue cintai”.

Jantungku berdegup cepat saat mendengar bagian akhir kalimatmu.

“Reiii!” Teriakan Mei dari jauh dengan cepat mengembalikanku pada kenyataan pahit. Kamu melambai kepadanya. Sorot teduh itu… tidak bisakah kalau kamu menujukannya untukku?

Happily ever after itu cuma ada di dongeng tahu?” aku menanggapi.

Tawamu berderai,”Iya, tapi hidup bahagia nggak. It simply takes your loved ones to be happy, to hang on in the worst of your life”.

“Kayak Mei maksud lo?” Aku memberanikan diri bertanya.

“Semoga,” lagi-lagi kamu menatapnya dengan penuh kelembutan. “Gue mau bilang nanti malem”.

Aku merasakan sekujur tubuhku kaku. “Oh ya?” Aku memaksakan diri untuk terdengar tenang, memberikan dukungan selayaknya seorang sahabat,”Wah, good luck ya! Jangan lupa traktirannya kalau ja—”

“Keeey!” Mei menarik tanganku,”Main air yuk! Nggak bosen apa duduk di sini terus? Can’t you hear the ocean’s calling?”

Aku tersenyum datar sambil menggeleng,”Nggak ah, nanti aja gue nyusul. Rei, elo aja gih, main sana!”

“Ayo, Rei!” Mei mengedikkan kepalanya, sebelum akhirnya kembali ke laut. Kamu menyusulnya tanpa berpikir dua kali.

“Yakin nggak mau?” kamu menoleh ke belakang.

Aku menggeleng.

“Elo patah hati,” sebuah suara mengejutkanku. Kini gantian Higa yang duduk di sebelahku.

Aku menunduk mengamati pasir yang mengotori kakiku,”Rei mau bilang malem ini”.

“Gue tahu,” Higa berkata enteng, kecut,”Gue juga sakit hati tau?”

Aku menatapnya, lalu ingat kalau Mei adalah cinta pertamanya sampai hari ini.

“Pernah nggak elo terpikir buat bilang yang sebenarnya ama Rei?”

“Bilang apa?” alisku bertaut.

“Ya, bilang kalau elo suka dia. Siapa tahu dengan begitu dia nggak jadi nembak Mei”.

“Kayak elo, yang udah nyatain perasaan ke Mei dan ditolak?” tanyaku.

“Seenggaknya, gue udah lega”.

“Mei itu sahabat gue. Rei juga. Elo juga. We’re just like family, dan gue memilih mempertahankan yang udah ada. I’m leaving shortly anyway,” Aku tersenyum getir, menutup pembicaraan, lalu mengajak Higa menyusul yang lain sebelum matahari semakin tinggi.

“Key?” Sebuah suara lemah mengembalikanku pada kenyataan.

“Rei, how do you feel?” Aku mendekat ke tempat tidur, keadaan mu sudah lebih baik dari lima jam yang lalu, saat kamu dan Mei di bawa ke UGD pasca kecelakaan lalu lintas.

“Mei?”

Aku menggeleng,“Maaf”.

Aku menunggu reaksimu. Tapi, kamu tetap tenang, seolah sudah mengetahui bahwa hal ini akan terjadi.

“Rei…” Aku menyentuh lenganmu.

There is no happily ever after, Doc. You’re right”.

No. But you can still be happy as long as you have someone who loves you”.

Who?

Me”.

picturetakenfrom:pinterest.com

4 comments:

  1. is this just a crop from huge amount of writing with full conflict and plot and other stuff?

    Kalo iya.. Hei, it's worth to wait.. I love your writings sejak pertama berpapasan dengan blog ini..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hei Nia, makasih ya sudah mau mampir dan baca, and thanks for your appreciation too, it means a lot :) No, this is just a scene popped-up in my head, hehe...

      Delete
  2. salam kenal ya
    jika berkenan follow balik ya..
    makasih....

    ReplyDelete
  3. Eeeh~ DIputus di saat yang tepat >.< hahahah~ ciri khas kamu banget heheheh~ Suka deh karya yang satu ini, pemilihan katanya itu loh...sweet banget XD good job!

    ReplyDelete