Monday, January 18, 2016

Out Now! Memoria

Aku mengeluarkan ponsel. 1 Reminder: Rega’s Birthday. 18 Desember. Tujuh hari sebelum Natal. Pukul 5.30 sore.
Kami selalu merayakan ulang tahun Rega tepat pada jam lahirnya. Biar lebih afdol, Rega selalu beralasan. Aku memejamkan mata, membayangkan Rega berada di hadapanku. Duduk bersamaku, bercerita tentang banyak hal, tertawa saat ia meniup lilin ulang tahunnya.
Aku mengeluarkan lilin yang telah kusiapkan dari dalam tas menancapkannya pada cupcake di hadapanku, kemudian menyalakannya. Gula-gula putih yang bertaburan di atasnya terlihat berkilauan dalam temaram cahaya lilin. Cantik. Mengingatkanku pada pemandangan serupa yang pernah kulihat bersama Rega tahun lalu—kilauan air laut yang ditimpa matahari senja. Kami menghabiskan waktu dengan duduk-duduk di tepi pantai sore itu. Tidak ada kegiatan praktis apapun. Hanya diam dan menikmati laut sambil ditemani angin sore yang terasa lengket di kulit.
Lilin itu indah ya. Sebuah kalimat yang pernah dilontarkan Rega tergiang begitu saja. Kelihatan rapuh sekaligus kuat. Kayak manusia.
Aku menatap api yang menari-nari ringan pada seutas sumbu putih yang menjadi tumpuannya. Seperti berusaha mempertahankan keberadaannya yang nyaris hilang. Padahal ia bisa menjadi kuat jika mau. Padahal, ia bisa menjadi senjata paling mematikan—menyulut kayu dan membakar habis ruangan ini jika ia mau. Tapi toh lilin ini memilih berpendar malu-malu, membakar habis dirinya sendiri. Seperti sudah bosan untuk hidup.
“Selamat ulang tahun, Rega.” Aku meniup lilin tersebut, berharap Rega juga sedang melakukan hal yang sama di mana pun ia berada.



Secuplik kisah Maira dan Rega, baca selengkapnya di novel terbaru saya ‘Memoria’, sudah dapat dibeli di Gramedia terdekat :).

No comments:

Post a Comment