picturetakenfrom:pinterest.com |
Aku
terbangun oleh sinar keemasan yang menyeruak menembus kelopak mataku. Angin
sepoi yang terasa asin menyapa saat aku berusaha membuka mata. Suara air di
kejauhan membawa kesadaranku kembali pada tempat di mana aku berada.
“Pagi,”
sebuah suara serak menyapaku, bersamaan dengan aroma kopi yang mengepul dari
cangkir yang disuguhkannya padaku.
“No,” aku mendorongnya pelan.
Ia
tersenyum maklum,”Aku lupa. Kamu bukan penggemar kopi”.
Aku
tidak mengacuhkannya, melainkan melangkah ke kamar mandi untuk membasuh muka.
Pakaianku masih sama seperti semalam—serba hitam. Mataku sembab, mengingatkanku
pada alasan mengapa aku tertidur begitu lelap.
“Aku
keluar sebentar,” pintaku seraya menuju pintu utama villa.
Di
mana ini? Aku berusaha mengingat-ingat apa yang terjadi semalam sambil
mencelupkan kakiku ke air laut yang jernih. Siluet jam gadang di Bukit Tinggi
menghajar memoriku, rasa hangat dari tubuh seorang anak kecil tiba-tiba
menjalari tanganku. Aku mengatupkan rahang keras-keras. Ini bukan saatnya untuk
menjadi lemah.
Mataku
menangkap mercusuar yang berdiri gagah di kejauhan, tertimpa oleh cahaya
matahari pagi yang nampak cantik.
“Mercusuar
itu tidak ada gunanya di siang seperti ini,” rupanya Yanos menyusulku,”Selamat
datang di Pulau Lengkuas, ngomong-ngomong”.
Pulau
Lengkuas rupanya kali ini. Tempat orang ini membawaku bersembunyi, sebelum
akhirnya melakukan hal yang sama kembali berulang-ulang.
“Tempat
yang terlalu indah untuk pembunuh bayaran seperti aku, eh?” suaraku terdengar
tenang.
“Hadiah
yang pantas untuk kerja kerasmu,” ia membalasku dengan ketenangan yang sama,
seolah pembicaraan kami sekasual membicarakan ramalan cuaca hari ini.
“Aku
ingin pulang,” aku tahu tidak ada gunanya mengatakan ini.
“Kamu
tahu, hari masih pagi, bahkan belum mencapai tengah hari. Masih butuh waktu
hingga mercusuar itu bisa menuntunmu pulang,” Kali ini Yanos mengatakannya
dengan penuh penekanan, mengingatkanku pada harga yang harus ku bayar apabila
mencoba lari.
“Nikmati,
sisa pagimu yang tinggal sedikit, kita berangkat sebentar lagi,” Laki-laki
dengan luka bakar di wajahnya itu berbalik. Membiarkanku merekam momen damai
yang sangat langka bagiku.
No comments:
Post a Comment