Wednesday, June 13, 2012

Pagi Kuning Keemasan


picturetakenfrom:pinterest.com
Aku terbangun oleh sinar keemasan yang menyeruak menembus kelopak mataku. Angin sepoi yang terasa asin menyapa saat aku berusaha membuka mata. Suara air di kejauhan membawa kesadaranku kembali pada tempat di mana aku berada.

“Pagi,” sebuah suara serak menyapaku, bersamaan dengan aroma kopi yang mengepul dari cangkir yang disuguhkannya padaku.

No,” aku mendorongnya pelan.

Ia tersenyum maklum,”Aku lupa. Kamu bukan penggemar kopi”.

Aku tidak mengacuhkannya, melainkan melangkah ke kamar mandi untuk membasuh muka. Pakaianku masih sama seperti semalam—serba hitam. Mataku sembab, mengingatkanku pada alasan mengapa aku tertidur begitu lelap.

“Aku keluar sebentar,” pintaku seraya menuju pintu utama villa.

Di mana ini? Aku berusaha mengingat-ingat apa yang terjadi semalam sambil mencelupkan kakiku ke air laut yang jernih. Siluet jam gadang di Bukit Tinggi menghajar memoriku, rasa hangat dari tubuh seorang anak kecil tiba-tiba menjalari tanganku. Aku mengatupkan rahang keras-keras. Ini bukan saatnya untuk menjadi lemah.

Mataku menangkap mercusuar yang berdiri gagah di kejauhan, tertimpa oleh cahaya matahari pagi yang nampak cantik.

“Mercusuar itu tidak ada gunanya di siang seperti ini,” rupanya Yanos menyusulku,”Selamat datang di Pulau Lengkuas, ngomong-ngomong”.

Pulau Lengkuas rupanya kali ini. Tempat orang ini membawaku bersembunyi, sebelum akhirnya melakukan hal yang sama kembali berulang-ulang.

“Tempat yang terlalu indah untuk pembunuh bayaran seperti aku, eh?” suaraku terdengar tenang.

“Hadiah yang pantas untuk kerja kerasmu,” ia membalasku dengan ketenangan yang sama, seolah pembicaraan kami sekasual membicarakan ramalan cuaca hari ini.

“Aku ingin pulang,” aku tahu tidak ada gunanya mengatakan ini.

“Kamu tahu, hari masih pagi, bahkan belum mencapai tengah hari. Masih butuh waktu hingga mercusuar itu bisa menuntunmu pulang,” Kali ini Yanos mengatakannya dengan penuh penekanan, mengingatkanku pada harga yang harus ku bayar apabila mencoba lari.

“Nikmati, sisa pagimu yang tinggal sedikit, kita berangkat sebentar lagi,” Laki-laki dengan luka bakar di wajahnya itu berbalik. Membiarkanku merekam momen damai yang sangat langka bagiku.

No comments:

Post a Comment