Disclaimer: It will be quite a long post and
it contains Christian material. I know some of my readers hate to read a long
post (I’m that kind of reader too! Hehe…) If you still want to read this, take
a good seat and I hope you enjoy it. And oh, you can quit anytime when you feel
bored, no hurt-feelings. Hehe :P
The weapons we fight with are not the
weapons of the world. On the contrary, they have divine power to demolish strongholds. We demolish
arguments and every pretension that sets itself up against the knowledge of
God, and we take captive every thought to make it obedient to Christ. –2
Corinthians 10: 4-5
Strongholds, atau kalau dalam Alkitab
versi bahasa Indonesia: Benteng. Benteng di sini bukan bangunan tembok maha
kokoh yang melindungi kerajaan dari musuh-musuhnya. Strongholds here refer to something happen in our mind. A stronghold is
an area in which we are held in bondage (in prison) due to a certain way of
thinking.
Agak
mirip sama benteng secara fisik, tapi bedanya, benteng yang dimaksud di
Korintus adalah benteng yang dibangun pelan-pelan oleh Iblis di dalam pikiran
kita. Fungsinya bukan untuk melindungi kita, tapi untuk memagari pola pikir
kita sehingga kita nggak tahu bahwa sebenarnya kita salah. Perhatikan kata
pelan-pelan, through careful strategy and
cunning deceit, Satan attempts to set up ‘strongholds’ in our mind. Proses
pembentukan strongholds ini nggak
instan, tapi pelan-pelan, dan kebanyakan dimulai sejak kita kecil. Iblis sabar
banget, dia nggak buru-buru, in fact, one
of the devil’s strongest points is patience. Ini bahaya, karena pelan-pelan,
kita jadi nggak sadar bahwa nilai-nilai yang salah sedang bertumbuh dalam diri
kita.
Saya
nggak bisa ceritain tentang ‘strongholds’
saya di sini. Tapi untuk membantu supaya lebih ngerti apa itu stronghold, saya pakai cerita dari buku
Battlefield of the Mind-nya Joyce Meyer aja ya.
Jadi ada sepasang suami istri Kristen
bernama John dan Mary yang tidak menikmati kehidupan pernikahan mereka dengan
bahagia. Selalu ada perselisihan di antara mereka. Kebencian, amarah, dan
kepahitan menguasai mereka.
Masalah Mary adalah ia tidak tahu bagaimana
menempatkan suaminya menjadi kepala keluarga. Ia selalu ingin membuat segala
keputusan, mengatur keuangan, dan mengatur cara mendidik anak-anak mereka. Ia
juga ingin bekerja agar dapat memiliki uangnya sendiri. Ia dominan, independen,
vokal, dan selalu menggerutu.
Di sisi lain, masalah John adalah ia
kesulitan menjadi seorang pemimpin dalam keluarganya. Ia tahu seharusnya tidak
membiarkan istrinya mengambil kepemimpinan sendiri, tapi ia malah menarik diri
dan tenggelam dalam rutinitas menonton tayangan televisi. John lari dari
tanggung jawabnya.
Saat kecil, Mary memilik ayah yang begitu
dominan, yang tega menampar putri kecilnya hanya karena ia sedang berada dalam
mood yang jelek. Ayahnya sering menyiksa Mary dan ibunya, namun begitu
menyayangi saudara laki-laki Mary. Hasilnya, Mary tumbuh dengan pola pikir
bahwa semua pria tidak dapat dipercaya. Laki-laki akan dengan mudahnya
menyakiti wanita, mengambil keuntungan dari wanita, dan menyuruh wanita
melakukan ini itu. Dan ketika ia menikah, sifat-sifat buruk dalam diri Mary
muncul.
Sementara itu, masa kecil John diisi dengan
kata-kata merendahkan dari ibunya, seperti ‘kamu anak yang tidak berguna, dsb’.
John berusaha membuat bangga ibunya namun semakin ia berusaha semakin banyak
kesalahan yang ia lakukan. John juga mengalami penolakan oleh teman-teman di
lingkungannya, dan saat remaja ia ditolak oleh gadis yang disukainya. Perasaan
tertolak membuat John tumbuh menjadi pribadi yang pemalu, tertutup, dan menarik
diri. Ia selalu berpikir,’tidak ada gunanya memberi tahu orang lain apa yang
ada dalam pikiranmu, mereka tidak akan mendengarnya. Saya akan kalah pada
akhirnya, jadi untuk apa susah payah memulai?”
John
dan Mary punya ‘stronghold’
masing-masing. Mereka tahu sifat-sifat buruk mereka. Remember that they are Christians, they know they shouldn’t act that
way, but they have no idea how to change their nature. They don’t even
understand how they got there.
For years, iblis membisiki mereka dengan
pemikiran-pemikiran yang salah. Seperti memberi tahu Mary bahwa semua laki-laki
buruk adanya, dan memberi tahu John bahwa ia akan selalu menjadi the underdog.
Kita
nggak bisa memilih dilahirkan dalam keluarga seperti apa, kita nggak bisa
menghindar dari peristiwa-peristiwa traumatik yang menimpa kita di masa kecil.
Tapi, jangan biarkan itu menjadi alasan yang mengikat kita. Don’t let satan win with his lies. Don’t
allow your past and how you raised to negatively affect the rest of your lives.
Don’t justify the misbehavior.
Seperti
yang dibilang di 2 Korintus 10: 4-5, kita punya senjata spiritual untuk
melawannya. John 8: 31, 32 says: … If you
abide in My word, you are truly My disciples. And you will know the Truth, and the truth will set you free.
Here Jesus tells us how we are to win the
victory over the lies of Satan. We must get the knowledge of God’s truth in us,
renew our minds with His Word, then use the weapons of 2 Corinthians 10:4,5 to
tear down the strongholds and every high and lofty thing that exalts itself
against the knowledge of God. The Word
here, including praise and prayer. Tapi nggak sampai di situ, we must “abide”
(continue) in the Word until it becomes revelation given by inspiration of the
Holy Spirit.
Kontinuitas
itu penting. Untuk menghancurkan ‘benteng’ yang udah dibangun sebegitu lamanya,
butuh ketekunan yang terus menerus. As I
said earlier, I have my own stronghold which I can’t tell here (may be some day I'll write about it when I feel ready, sekarang biar penasaran aja dulu ya :P). I know the exact cause of the stronghold and I’ve prayed for
it for a long time. Dan pas banget, beberapa hari ini saya lagi merasa
‘Duh, Tuhan, kok nggak ada perubahan apa-apa ya?’ And I stop praying for it. Tapi baru beberapa hari absen ngedoain, semalam langsung dikasih bacaan tentang stronghold ini, kayak lagi
diingetin,’Doain lagi dong, Cil. Jangan berhenti. Jangan mau kalah. God is faithful and He not to let you
tassayed beyond your ability and strength of resistance to endure, but He will also provide the way out.”
Our past may explain why we’re suffering,
but we must not use it as an excuse to stay in bondage. Mungkin kita nggak sadar kita punya 'benteng' di dalam diri kita. Alasannya ya karena itu tadi, 'benteng' kita terbentuk pelan-pelan dari kecil. Membuat kita berpikir 'Ah, gue emang orangnya gini. Wajarkan? Tiap orang punya sifat jelek masing-masing'. But when you realize, and ready to break that stronghold, remember that Jesus always stands ready to fulfill His
promise to set the captives free. He will walk us across the finish line of
victory in any area if we are willing to go all the way through it with Him.
No comments:
Post a Comment