The universe isn’t made of atoms. It is made
of tiny stories.
So, let me tell you this tiny story of us. A
story you probably won’t remember but will last forever in my heart. Because I
treasure you. Every memory of us.
Tanah
perkemahan Cibubur, kelas 10, semester 2.
Aku
menerawang menatap api unggun yang menari-nari memakan kayu. Sekujur tubuhku
bergetar menahan hawa dingin yang menusuk tulang. Waktu menunjukkan pukul
delapan malam, dan kelompokku baru saja tiba setengah jam yang lalu. Kelompok
terakhir yang sialnya dihajar hujan jauh sebelum kami tiba di perkemahan.
“Elo
baik-baik aja?” kamu masuk ke dalam lingkaran yang mengitari api unggun dan
duduk di sebelahku.
“Badan
gue udah mau patah,” Aku mendengus keras, tidak pernah suka dengan camping atau kegiatan semacamnya yang
berkenaan dengan alam.
“Baru
juga jadi pasien yang ditandu. Gimana kalau disuruh ngangkat tandu?” kamu
tertawa kecil dengan suara beratmu.
“Tapi
gue nunggu temen-temen gue di hutan sendiri tau. Kehujanan dan kedinginan,
sementara kelompok lain udah pergi duluan”. Aku tidak mau kalah, entah kenapa
di matamu semua masalah selalu terlihat kecil.
“Ngeluh
melulu,” kamu menjitak kepalaku.
“Biarin.
Gue capek”.
“Lihat,”
kamu menunjuk ke langit. “Bintangnya terang dan banyak banget.”
“Namanya
juga di pinggir kota,” aku ikut menengadah,”Di Jakarta jarang banget ya bisa
lihat yang begini”.
“Gue
rasa bukan itu alasannya,” kamu menggeleng. “Gue rasa bintang-bintangnya
bersinar seterang ini soalnya mereka tahu ada orang yang lagi butuh cahaya”.
Aku
mengernyit menatapmu.
“Elo,”
kamu menjawab,”Muka lo suram banget sih. Jadi bintang-bintangnya pasti berpikir
untuk menyinari elo malam ini”.
Aku
terperangah. Tidak pernah menyangka kalau ucapan seperti itu akan keluar dari
mulut isengmu.
“Bagus
kan kalimat gue?” kamu nyengir.
“Norak,”
cibirku. Kamu protes tidak terima dan aku hanya mendengarmu samar-samar, karena
detik itu juga aku mensyukuri keberadaanku.
Di
bawah hamparan bintang dan di atas rumput yang basah sehabis hujan aku
mensyukuri begitu banyak hal. Aku bersyukur memilih bersekolah di sini, aku
bersyukur memilih PMR dibanding pramuka, dan yang paling penting, aku bersyukur
mengenalmu. Aku memang tidak pernah menyukai camping, tapi camp
pelantikan anggota PMR kelas 10 di semester 2 adalah camp favoritku hingga detik ini. Dan kalau waktu bisa diputar
kembali, aku ingin kembali ke masa-masa itu. Masa di mana aku dapat duduk
bersinggungan denganmu, masa di mana aku dapat mengekorimu lewat sudut mataku,
masa di mana aku dapat mengobrol denganmu.
You don’t remember, do you? The day when you
call my name like no one else, the day when you make me love something I hate
the most. It’s okay if you don’t remember, it is just a tiny story after all. A
tiny story that takes part in the universe. A tiny story of me and you.
No comments:
Post a Comment