Monday, January 16, 2012

Jadilah Milikku, Mau?


Kepada Vega, yang paling berkilau dalam naungan Lyra. Aku mencintaimu.

Malam ini aku datang lagi. Mengamatinya dalam diam. Menjaganya sementara ia tertidur pulas. Cahaya temaram dari lampu tidur menyorot wajah lembutnya.

Ia tenang. Namun aku tahu, tenangnya tidak akan bertahan lama. Aku mulai menghitung: Satu, dua… tiga.

Tuh kan? Ia terlonjak.

Aku tahu yang selanjutnya akan terjadi. Ia duduk, kemudian terisak. Ujung rambut panjangnya yang tergerai bergerak naik turun di punggungnya.
Patah hati. Sesakit itukah rasanya?

Setiap malam ia memimpikan hal yang sama. Memutar memori seminggu lalu, saat sahabatnya mencuri orang yang berharga dalam hidupnya.

Dalam setiap helaan napas ia tahu telah jatuh cinta pada orang yang salah. Ia tahu, tapi tak dapat berbuat apa-apa. Ia tahu, tapi tak dapat mengendalikannya.

Seharusnya ia bahagia sekarang. Ia mendapatkan mimpinya sejak kecil: Jadi yang pertama di kejuaraan figure skating. Tapi konsep kita tentang kebahagiaan selalu berubah seiring waktu. Ia menginginkan lelaki itu. Lelaki yang menghempaskannya dari kenyataan di hari yang sama dengan kemenangannya.

Aku mendengar tangisnya mereda. Ia selalu begitu, kehabisan air mata ketika pagi menjemput. Ia merebahkan dirinya, kembali dalam tidur.

Cukup. Sudah terlalu lama aku melihatnya terluka. Kalau aku tidak dapat memeluknya di dunia ini, aku tidak akan hilang akal.

Aku menciptakan sebuah dimensi dari udara. Sebuah celah terbuka, dan aku melangkah ke dalamnya.

*

Vega berjalan tak menentu dalam ruang hampa. Ia tahu ini mimpinya.

“Halo,” sapa seseorang. Vega berhenti dan menatap matanya. Laki-laki di depannya ini nampak gagah dengan pakaian hitam bersalut emas. Penampilannya berbeda seratus delapan puluh derajat dengan Vega yang mengenakan piyama.

“Kamu… Siapa?” Vega bertanya ragu, namun ia terbius dengan pesona dan paras rupawan dihadapannya sehingga tidak merasa takut sedikit pun.

“Galen,” Pria itu membungkuk, aura hangatnya menenangkan hati,”Ksatria bintang. Sang Penjaga Malam”.

Vega terdiam. Hatinya terasa damai. Ia baru pertama kali melihatnya, namun ia merasa begitu rindu.

Galen tersenyum hangat. Ia berlutut, kemudian meraih sebelah tangan Vega.

Vega sedikit terlonjak dengan aksi tiba-tiba nan manis tersebut.

Masih dengan jemari Vega dalam genggamannya, Galen berkata sambil menatapnya dalam,”Jadilah milikku, mau?”

Bagaimana caranya memberi tahu mu bahwa aku selalu di sini?


*sambungan dari FF: Aku Maunya Kamu Titik!

1 comment: